Senin, 22 April 2013

100 Hari Pasca Pilkada : Balas Jasa Vs Balas Dendam (Refleksi Pelibatan PNS Sebagai Tim Pemenangan Pilkada)

100 hari setelah pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota adalah moment paling mendebarkan bagi para Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di suatu daerah yang baru saja melaksanakan proses pilkada. Mengapa mendebarkan? Ini terjadi karena bagi mereka yang merasa masuk tim pemenangan pasangan yang terpilih akan merasa berdebar dengan seribu satu macam pertanyaan : akankah saya akan mendapatkan manfaat dari perjuangan saya kemaren pada saat momen pilkada berlangsung? Yang terfikir hanyalah dimanakah saya akan ditempatkan dalam sebuah jabatan yang menggiurkan (ada jabatan mata air dan ada jabatan air mata). Jabatan mata air dimaknai sebagai jabatan yang sangat menggiurkan dan memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan jabatan lain yang sama levelnya dengan jabatan tersebut. Jabatan air mata adalah jabatan yang dipandang sebagai jabatan yang kurus dari sisi pendapatan dan tingkat kesejahteraan karena kurangnya anggaran yang dikelola. Setiap tim pemenangan yang memperoleh jabatan dianggap sebagai balas jasa atas keikutsertanya dalam memenangkan pasangan calon. Bahkan mereka dianggap sebagai ring I, ring II dan ring III tim pemenangan. Perbedaan ring ini dimaknai sebagai sejauhmana kemampuan tim dalam merekrut massa pendukung, materi yang dikeluarkan (dikorbankan) selama pilkada, kedekatan secara struktural dan kultural terhadap pasangan calon. Sementara bagi mereka yang tidak terlibat atau bahkan menjadi tim pemenangan pasangan calon pemimpin daerah yang kalah, maka siap-siap juga untuk didepak dari kursi jabatannya. Pilihan ini terbagi dua, tetap diberikan jabatan tapi dimutasi ke lahan kering atau jabatan air mata, ataukah sekalian dibebastugaskan dari jabatannya alias nonjob. Keduanya berarti pemberian sanksi secara tidak langsung akibat dari ketidakmampuan membaca situasi dilapangan pada saat pilkada berlangsung. Fenomena balas jasa dan balas dendam di pilkada di seluruh Indonesia sudah mahfum terjadi. Balas jasa bagi tim pemenangan dan balas dendam bagi lawan politik dan ujung-ujungnya adalah promosi atau mutasi ataupun nonjob. Promosi bagi tim pemenangan, mutasi dan nonjob bagi tim lawan politik. Mutasi menjadi sebuah pembenaran terhadap lawan politik dengan memperhalusnya menjadi melakukan “penyegaran struktural.” Jika ini yang terjadi dalam setiap selesainya momen pilkada maka jangan heran ketika ada Pegawai Negeri Sipil yang selalu melawan pimpinannya karena perbedaan pilihan di pilkada. Bahkan ada yang bersedia mengajukan pensiun dini demi harga diri tidak mau dipimpin oleh lawan politiknya. Proses pilkada harusnya dimaknai sebagai proses pencarian pemimpin yang terbaik bagi rakyat tanpa terkecuali, tapi jika proses ini masih diwarnai dengan politik transaksional, maka yang terjadi seperti yang saya jelaskan diatas. Maka marilah kita sebagai PNS untuk tetap netral sekaligus loyal kepada pimpinan selama proses pilkada berlangsung sehingga masyarakat benar-benar memilih pemimpinya dengan ikhlas tanpa pamrih. Salam Pencerdasan.

Kamis, 06 Desember 2012

BUAT SAHABATKU YANG TAK PERNAH MENYERAH

" Pengabdian terbaik adalah pengabdian untuk agama dan keluarga" " Jika kamu menemukan sahabat yang dengannya kamu menemukan siapa dirimu, maka dialah sahabat terbaikmu" " Apapun yang menimpamu, maka anggaplah itu sebagai tanda kasih sayang Allah untukmu" " Perbaikilah integritasmu, karena dengannya kamu masih dianggap sebagai manusia" " Merdeka adalah kebebasan untuk menentukan masa depan sendiri, tanpa ada tekanan dari manapun dan dari siapapun" " Jabatan harusnya diberi,,, bukan diminta" " Kalau ada yang menceritakan keburukan orang lain dihadapanmu,, maka yakinlah bahwa ia akan menceritakan keburukanmu didepan orang lain" " Bersukur, bersabar dan ikhlas adalah kunci kesuksesan,, maka usahakanlah untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari" " jangan jadikan egomu sebagai penggerak langkahmu,, karena ia bisa saja menjerumuskanmu" " perbaiki silaturrahmimu,,, Insya Allah reskimu lancar" " sebaik apapun dirimu, kalo menutup diri dari silaturahmi,, akan mencegahmu berbuat kebajikan yang lebih banyak" " mintalah pada yang tepat untuk dimintai" “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya. Imam (kepala negara) adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya…”. “Kalian akan berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal kekuasaan itu adalah penyesalan di hari Kiamat, nikmat di awal dan pahit di ujung. (Riwayat Imam Bukhori). “Siapa yang diberikan Allah kekuasaan mengurus urusan kaum Muslimin, kemudian ia tidak melayani mereka dan keperluan mereka, maka Allah tidak akan memenuhi kebutuhannya.” (Riwayat Abu Daud). “Tidak ada seorang pemimpin yang menutup pintunya dari orang-orang yang memerlukannya dan orang fakir miskin, melainkan Allah juga akan menutup pintu langit dari kebutuhannya dan kemiskinannya.” - Laki-laki paling tidak senang dikatakan "LEMAH" - Laki-laki tidak akan mencium bau surga kalau tidak pencemburu - Laki-laki tidak boleh melamar perempuan yang sudah dilamar oleh laki-laki muslim lainnya - Laki-laki yang menumpahkan nutfah (sperma) kedalam rahim perempuan yang tidak halal baginya akan dilaknat oleh Allah SWT,, - Ijab kabul adalah refleksi untuk menerima kekurangan dan kelebihan pasangan dalam satu biduk rumah tangga - Jangan meminta isterimu menjadi seperti Aisyah ra jika kamu sendiri tidak mampu berperilaku seperti Ali ra - Buatlah dirimu nyaman dengan apapun yang diberikan oleh isterimu - Cemburulah, sesungguhnya laki2 yang tidak pencemburu tidak akan mencium bau surga - Hadiah terbaik bagi seorang bapak kepada anaknya adalah dengan menyayangi ibunya "Imam Syafii pernah berkata 'jika kita menginginkan kesempurnaan pada diri pasangan kita walaupun dia tidak sempurna maka pilihannya hanya ada dua. Pertama, buanglah bayangan kesempurnaan itu dan terima pasangan kita dengan segala kekurangannya,, atau kedua,, campakkan pasangan kita dan ambillah bayangan kesempurnaan yg tidak nyata sebagai pasangan kita,,,, pilih mana?? "kebahagiaan itu ibarat bola kristal yang pecah berhamburan, semua orang punya hak untuk memunguti kepingannya, sekuat apapun kita berusaha kita tak akan mungkin mendapatkan semuanya, tapi yakinlah walaupun kita hanya mendapatkan kepingan kecilnya saja, pantaslah kita untuk bahagia" "Kalau sebuah jabatan atau pekerjaan semakin mendekatkan kamu pada Ilahi Rabbi, maka lanjutkanlah karena itu Insya Allah akan berberkah,, tetapi jika sebuah jabatan atau pekerjaan semakin menjauhkanmu dari Ridha Allah SWT atau mendekatkanmu pada kemaksiatan maka tinggalkanlah,, karena itu adalah sesuatu yg dimurkai oleh-Nya" (SALAM PENCERDASAN)

Tesisku (BAB V)

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 5.1. KESIMPULAN Dari pembahasan terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Dari distribusi pendapatan rumah tangga yang tersebar di 24 kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga usia sekolah dasar (7 – 12 tahun) tertinggi dengan persentase sebesar 30 persen terjadi di Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Gowa, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur, Kota Makassar dan Kota Palopo. Sedangkan yang terendah terjadi di Kabupaten Selayar, Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Tana Toraja dengan persentase sebesar 20 persen. 2. Sedangkan ketimpangan pendapatan untuk rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah menengah pertama (13 – 15 tahun), ketimpangan pendapatan tertinggi terjadi di Kabupaten Gowa dengan 40 persen dan ketimpangan pendapatan terendah di Kabupaten Tana Toraja dengan persentase 18 persen. 3. Manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan untuk Sekolah Dasar (SD) dari 24 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan maka dapat disimpulkan bahwa yang bersifat progresif terjadi di 3 kabupaten yakni Kabupaten Kepulauan Selayar, Sinjai dan Luwu. Sedangkan manfaat belanja pendidikan sekolah dasar yang bersifat netral terjadi di 12 kabupaten dan 2 kota yakni Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Takalar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Toraja Utara, Kota Makassar dan Kota Palopo. Selain itu, manfaat belanja pendidikan sekolah dasar yang bersifat regresif terjadi di 6 kabupaten dan satu kota yakni Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Gowa, Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang dan Kota Pare - Pare. 4. Manfaat belanja pendidikan untuk sekolah menengah pertama yang bersifat progresif terjadi di 3 kabupaten dan 1 kota yakni Kabupaten Pangkep, Sidrap, Luwu Utara dan Kota Palopo. Sedangkan manfaat belanja pendidikan sekolah menengah pertama yang bersifat netral terjadi di 7 kabupaten yakni Kabupaten Jeneponto, Sinjai, Maros, Bone, Enrekang, Luwu, dan Toraja Utara. Selain itu, manfaat belanja pendidikan sekolah menengah pertama yang bersifat regresif terjadi di 11 kabupaten dan 2 kota yakni Kabupaten Kepulauan Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Takalar, Gowa, Barru, Soppeng, Wajo, Pinrang, Tana Toraja, Luwu Timur, Kota Makassar dan Pare – Pare. 5. Selain itu jika di gabungkan antara manfaat belanja sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di 24 kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun kabupaten yang memiliki manfaat yang bersifat progresif untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Sedangkan manfaat yang bersifat netral untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama terjadi di Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Barru, Soppeng, Tana Toraja dan Luwu Utara. Untuk manfaat yang bersifat regresif untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama terjadi di Kabupaten Pinrang. 5.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN Dari kesimpulan yang ditarik diatas, maka dapat dibuat rekomendasi kebijakan sebagai berikut : 1. Tingkat ketimpangan pendapatan untuk rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah dasar (7 – 12 tahun) dapat dikurangi dengan memperluas akses rumah tangga miskin terhadap sektor permodalan usaha mereka. Selain itu, peningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin dengan menjadikan rumah tangga miskin sebagai sasaran utama program terutama bantuan langsung kepada rumah tangga miskin. 2. Untuk wilayah Kabupaten Gowa yang ketimpangan pendapatannya tertinggi, maka perlu dilakukan upaya pembangunan dan perekonomian masyarakat dengan memberikan perhatian yang lebih serius terhadap warga Kabupaten Gowa yang ada di daerah timur Kabupaten Gowa. Selain itu, daerah – daerah yang selama ini menjadi lumbung kemiskinan di daerah tersebut harus memperoleh perhatian terutama akses mereka untuk mendapatkan permodalan sehingga usaha mereka dapat meningkat. 3. Untuk manfaat belanja pendidikan SD yang bersifat progresif harus tetap dipertahankan sehingga akses rumah tangga termiskin terhadap pendidikan tetap terbuka. Sedangkan yang bersifat netral, daerah yang bersangkutan harus membuat kebijakan anggaran yang berpihak kepada rumah tangga miskin terutama bantuan langsung terhadap murid miskin dan alokasi dana BOS yang mengutamakan murid miskin sebagai sasaran utama program kegiatan. Bahkan, untuk manfaat yang bersifat regresif, pemerintah daerah tetap perlu melakukan kebijakan seperti yang dilakukan pada anggaran pendidikan yang bersifat netral dengan tambahan utamanya adalah membuat kebijakan dan program kegiatan dengan murid miskin sebagai prioritas utama. Dalam hal ini memperbesar jumlah murid dan besaran anggaran yang ditujukan untuk bantuan langsung terhadap murid termiskin. 4. Hal yang sama perlu dilakukan terhadap murid SMP yang berasal dari rumah tangga miskin dengan memberikan bantuan khusus murid miskin dengan proporsi dan jumlah yang lebih besar. Bantuan khusus tersebut dapat berupa uang transpor, baju seragam, dan lain – lain yang sifatnya dibutuhkan oleh murid dari rumah tangga miskin untuk keperluan pendidikannya. 5. Memberikan kesempatan yang seluas – luasnya kepada murid dari rumah tangga miskin untuk memperoleh akses yang lebih besar terhadap dunia pendidikan sehingga kedepan alokasi anggaran pendidikan yang direncanakan lebih banyak yang sifatnya progresif daripada netral dan regresif. Hal ini membutuhkan campur tangan dari pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang lebih besar, tepat sasaran dan tepat tujuan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah memberikan kesadaran kepada masyarakat terutama rumah tangga miskin berupa sosialisasi dan penyuluhan serta informasi yang benar agar rumah tangga termiskin tetap menyekolahkan anaknya karena subsidi pemerintah telah menjamin keberlangsungan pendidikan anak usia sekolah SD dan SMP.

Tesisku (BAB IV)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis Secara geografis wilayah darat Provinsi Sulawesi Selatan dilalui oleh garis khatulistiwa yang terletak antara 0012’~80 Lintang Selatan dan 1160 48’~122’ 36’ Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur, serta berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat dan Laut Flores di sebelah selatan. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya wilayah daratan mempunyai luas kurang lebih 45.519,24 km2, dimana sebagian besar wilayah daratnya berada pada jazirah barat daya Pulau Sulawesi serta sebagian lainnya berada pada jazirah tenggara Pulau Sulawesi. 4.1.2. Topografi Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen merupakan tanah yang relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah relatif bergelombang, 8 sampai 45 persen merupakan tanah yang kemiringannya agar curam, lebih dari 45 persen tanahnya curam dan bergunung. Wilayah daratan terluas berada pada 100 hingga 400 meter DPL, dan sebahagian merupakan dataran yang berada pada 400 hingga 1000 meter DPL. Terdapat sekitar 65 sungai yang mengalir di provinsi ini, dengan jumlah sungai terbesar ada di bagian utara wilayah provinsi ini. Lima danau besar menjadi rona spesifik wilayah ini, yang tiga di antaranya yaitu Danau Matana, Danau Towuti dan Danau Mahalona di Kabupaten Luwu Timur, serta dua danau lainnya yaitu Danau Tempe dan Danau Sidenreng yang berada di Kabupaten Wajo.   4.1.3. Penggunaan Lahan Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 45.751,91 km2, penggunaan lahan dalam jumlah yang terbesar adalah hutan negara yang luasnya mencapai 28,45% dari total wilayah atau mencapai 13.014,56 km2, kemudian lahan sawah yang secara keseluruhan luasnya mencapai 5.983,89 km2 atau 13,08% dari total luas lahan yang ada terdiri dari lahan sawah seluas 5.983,89 km2 dan lahan bukan sawah seluas 39.768,91 km2. Penggunaan lahan lain yang cukup signifikan adalah kebun/tegalan yang luasnya mencapai 12,10% dari luas wilayah keseluruhan yaitu seluas 5.534,24 km2. Penggunaan lahan terendah adalah kolam/empang yang hanya sebesar 145,79 km2 (0,32%) dan rawa seluas 194,12 km2 (0,42%). Penggunaan lahan sebagai hutan negara terluas terdapat di Kabupaten Luwu Utara yang mencapai 3.732,79 km2 atau 28,68% dari total luas hutan negara yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Selain Kabupaten Luwu Utara, daerah yang memiliki hutan negara yang relatif luas adalah Kabupaten Luwu Timur 2.311,25 km2 atau 17,75% dari total luas hutan negara dan Kabupaten Bone yang memiliki hutan seluas 1.489,71 km2 atau 11,45% dari total luas hutan negara di Provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat dua kabupaten/kota yang tidak memiliki hutan negara yaitu Kota Makassar dan Kabupaten Takalar. Penggunaan lahan sebagai sawah terbesar terdapat di Kabupaten Bone dan Kabupaten Wajo. Luas lahan sawah di Kabupaten Bone mencapai 983,46 km2 atau 16,44% dari total luas sawah sedangkan luas lahan sawah di Kabupaten Wajo mencapai 861,42 km2 atau 14,40% dari total luas sawah di Provinsi Sulawesi Selatan. Dari keseluruhan luas sawah di kedua kabupaten tersebut, sebagian besar berupa sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 641,95 km2 di Kabupaten Bone dan 657,80 km2 di Kabupaten Wajo. Penggunaan lahan sebagai sawah yang menggunakan irigasi teknis terbesar terdapat di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan sawah irigasi mencapai 375,75 km2 di Kabupaten Pinrang dan 298,90 km2 di Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan sawah terendah terdapat di Kota Parepare yang lahan sawahnya hanya mencapai 9,33 km2. Selain Kota Parepare, daerah yang memiliki lahan sawah yang relatif sedikit adalah Kabupaten Selayar, Kota Palopo, dan Kota Makassar. Luas areal sawah di ketiga wilayah tersebut masing-masing 26,18 km2 di Kabupaten Selayar, 29,84 km2 di Kota Palopo, dan 30,33 km2 di Kota Makassar. 4.1.4 Kependudukan Jumlah penduduk Sulawesi Selatan hasil survey Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2009 terdiri dari 3.808.726 laki – laki dan 4.041.356 perempuan. Struktur umur penduduk Sulawesi Selatan terdiri dari 2.405.567 (30,64 persen) penduduk berusia 0 – 14 tahun, 4.971.963 (63,34 persen) penduduk berusia 15 – 64 tahun, dan 472.552 (6,02 persen) penduduk berusia 65 tahun dan lebih. Kabupaten dengan persentase penduduk usia 0–14 tahun yang terbesar adalah Enrekang sekitar 37,91 persen, sedangkan persentase terendah adalah Kabupaten Wajo sekitar 25,17 persen. Dilihat dari status perkawinannya, 37,62 persen penduduk Sulawesi Selatan berstatus belum kawin, sekitar 53,47 persen penduduk berstatus kawin dan sisanya lebih dari 8 persen berstatus cerai, baik cerai hidup maupun cerai mati. Jumlah penduduk cerai hidup sekitar 2,09 persen dan yang cerai mati adalah sekitar 6,82 persen. 4.1.5. Kesehatan Keluhan kesehatan yang paling banyak diderita penduduk adalah panas, batuk, dan pilek yang masing-masing mencapai angka 12,43 persen, 11,96 persen, dan 10,72 persen. Dari semua penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, yang perlu mendapat perhatian adalah besarnya persentase mereka yang terganggu kesehatannya selama < 4 hari yang mencapai sekitar 53,03 persen. Sementara itu, balita yang ditolong oleh tenaga medis pada proses persalinan terakhirnya di Sulawesi Selatan mencapai 69,56 persen, sisanya sekitar 30,44 persen persalinan ditolong oleh tenaga non medis. Proses persalinan terakhir yang ditolong oleh tenaga non medis, paling banyak ditolong oleh dukun beranak yaitu sekitar 27,58 persen. 4.1.6. Fertilitas dan Keluarga Berencana Usia perkawinan pertama pada wanita juga menmpunyai pengaruh terhadap fertilitas, karena semakin muda usia perkawinana pertama semakin member peluang untuk mendapatkan anak yang lebih banyak. Di Sulawesi Selatan tahun 2009 sekitar 21,68 persen wanita pernah kawin menlangsungkan perkawinan pertama pada usia kurang dari 17 tahun. Selain itu sebagian besar wanita pernah kawin melangsungkan perkawinan pertama pada usia 19 – 24 tahun yaitu mencapai sekitar 40,76 persen dan pada usia 17-18 tahun sebanyak 22,43 persen. Selain menunda usia perkawinanan pertama, upaya lain yang bisa dilakukan untuk menurunkan angfka kelahiran adalah Program Keluarga Berencana (KB). Wanita usia 15-49 tahun yang berstatus kawin, sekitar 66,30 persen pernah mengikuti program KB dan 33,69 persen tidak pernah menggunakan alat KB. Jika diperhatikan menurut jenis alat/cara yang digunakan, ternyata persentase terbesar adalah untuk penggunaan suntikan KB yaitu sekitar 57,74 persen, disusul oleh pil KB sekitar 29,81 persen. 4.1.7. Perumahan Rumah merupakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan manusia selain sandang dan pangan. Keadaan tempat tinggal dapat menggambarkan kesejahteraan penghuninya dan juga berpengaruh terhadap kesehatan penduduk. Informasi penting yang dikumpulkan berkaitan dengan keadaan perumahan dalam susenas 2009 antara lain status kepemilikan rumah, luas lantai hunian, sumber air minum dan fasilitas buang air besar. Di Sulawesi Selatan terdapat sekitar 81,32 persen yang menempati rumah dengan status milik sendiri. Apabila dilihat menurut luas lantai terbanyak, maka luas lantai 50-99 m paling banyak dimiliki oleh rumah tangga yaitu sekitar 48,09 persen. Sumber air minum yang paling banyak dipakai rumah tangga adalah mata air terlindung yaitu sekitar 24,24 persen. Berdasarkan fasilitas buang air besar, 60,65 persen rumah tangga mempunyai fasilitas buang air besar sendiri dan 25,55 persen tidak mempunyai fasilitas buang air besar. 4.1.8. Pengeluaran Rumah Tangga Data pengeluaran penduduk yang dikumpulkan melalui susenas dimaksudkan untuk mengetahi kemampuan penduduk untuk memenuhi kebutuhannya yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan dari aspek ekonomi. Data jenis pengeluaran dibedakan menurut pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Pengeluaran perkapita sebulan untuk makanan adalah sebesar Rp. 233.288,- dan untuk non makanan adalah sebesar Rp. 177.381,-. Untuk pola konsumsi penduduk Sulawesi Selatan 56,81 persen adalah konsumsi makanan dan 43,19 persen untuk konsumsi non makanan. 4.2. Analisis Distribusi Manfaat Belanja Pemerintah Sulawesi Selatan Di Sektor Pendidikan 4.2.1 Kondisi Pendidikan di Sulawesi Selatan Pada tahun 2010 dari seluruh penduduk berusia lima tahun dan lebih di Sulawesi Selatan terdapat 24,38 persen yang masih sekolah di berbagai tingkatan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Anak-anak usia SD (7-12 tahun) yang masih sekolah ada 96,53 persen, artinya ada 3,47 persen anak-anak usia SD yang tidak menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar. Anak-anak usia SLTP (13-15 tahun) yang masih sekolah ada 80,99 persen dari seluruh anak usia SLTP, artinya ada 19,01 persen anak usia Sekolah Menengah Pertama yang tidak memiliki akses ke layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Di tingkat SLTA terdapat 51,67 persen dari seluruh anak usia 16-18 tahun atau terdapat 48,33 persen anak usia SLTA tidak dapat menikmati layanan pendidikan ditingkat SLTA. Pada tingkatan perguruan tinggi yang masih sekolah ada 15,82 persen dari seluruh anak usia 19-24 tahun atau ada 84,18 persen yang tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Sekitar 15,63 persen penduduk Sulawesi Selatan yang berumur 10 tahun ke atas yang masih sekolah, duduk di bangku SD atau lebih rendah (tidak pernah sekolah), sekitar 10,46 persen berpendidikan sekolah lanjutan dan sekitar 2,02 persen yang berpendidikan tinggi. Rendahnya pencapaian pendidikan menyebabkan masih tingginya angka buta huruf yang mencapai 11,43 persen. Selain itu, dari 6,3 juta jiwa penduduk Sulawesi Selatan sekitar 10,1 % diantaranya tidak/belum pernah sekolah, 22,4 % yang tidak memiliki ijazah, 27,12 % penduduk yang hanya tamat Sekolah Dasar (SD), 15,6 % yang hanya tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), 18,8 % yang tamat Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan hanya 6,5 % yang tamat pendidikan dilevel Sarjana dan Pasca Sarjana (D1 – S3). (dapat dilihat pada lampiran 1). Kondisi pendidikan di Provinsi Sulawesi Selatan juga ditandai dengan jumlah murid pada semua level pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMU dan SMK. Pada tahun 2010 jumlah murid di masing-masing Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Dari 1,7 juta murid yang ada di Sulawesi Selatan sekitar 6,3 % diantaranya adalah murid Taman Kanak – Kanak (TK), 59 % merupakan murid Sekolah Dasar (SD), 19,9 % merupakan murid Sekolah Menengah Pertama (SMP), 10,1 % merupakan murid Sekolah Menengah Umum (SMU) dan 4,3 % merupakan murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). (lihat lampiran 2). Dari data tersebut, Kota Makassar merupakan daerah yang memiliki jumlah murid tertinggi untuk semua level pendidikan. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk Kota Makassar adalah yang terbesar dari semua Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Selatan. Hal ini berarti bahwa animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di Kota Makassar sangat tinggi. Sedangkan jumlah murid terendah ada di Kabupaten Kepulauan Selayar. Hal ini disebabkan selain karena jumlah penduduknya yang memang relatif sedikit, kondisi geografis Kepulauan Selayar juga menjadi kendala bagi masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jarak satu pulau dengan pulau lainnya yang sangat berjauhan menjadi realita yang tidak dapat dipungkiri. Perhatian pemerintah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada alokasi anggaran pendidikan yang dianggarkan oleh masing – masing dinas pendidikan di kabupaten/kota tersebut. Untuk belanja pemerintah di sektor pendidikan di masing-masing pemerintah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa anggaran pendidikan terbesar ada di Kota Makassar sebesar Rp. 489 Milyar. Hal ini terjadi karena jumlah sekolah di Kota Makassar juga sangat besar yang mencapai 1208 unit mulai dari Taman Kanak – Kanak sampai dengan Sekolah Menengah Umum. Besarnya anggaran tersebut memudahkan Pemerintah Kota Makassar untuk membiayai sektor pendidikannya. Sedangkan anggaran pendidikan terendah ada di Kabupaten Tana Toraja. Hal ini terjadi karena pada tahun 2007 kabupaten tersebut dimekarkan menjadi Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara. Hal ini berimplikasi pada menurunnya anggaran pendidikan akibat dari menurunnya jumlah unit sekolah, pegawai, guru dan murid yang ada dalam wilayah Kabupaten Tana Toraja. (dapat dilihat dalam lampiran 3). Masing-masing Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan telah menganggarkan anggaran untuk sektor pendidikan. Anggaran tersebut digunakan untuk belanja langsung dan belanja tidak langsung. Yang termasuk belanja langsung adalah belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal. Sedangkan untuk belanja tidak langsung adalah termasuk belanja kegiatan yakni segala pengeluaran yang diakibatkan oleh pelaksanaan suatu kegiatan. Sedangkan persentase anggaran masing-masing Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota terhadap total pendapatan dapat disimpulkan bahwa persentase anggaran pendidikan terbesar terjadi di Kabupaten Toraja Utara sebesar 52 % dari total pendapatannya. Hal ini terjadi karena Kabupaten ini baru dimekarkan dari Kabupaten Tana Toraja. Penyediaan Prasarana dan sarana pendidikan menjadi perhatian utama Kabupaten Toraja Utara. Jika sebuah daerah baru dimekarkan tentunya membutuhkan kantor baru dan sarana penunjang lainnya. Apalagi kalau pemekaran kabupaten tersebut diikuti dengan pemekaran kecamatan. Sedangkan persentase terendah terjadi Kabupaten Tana Toraja. Daerah induk Kabupaten Toraja Utara ini, hanya menganggarkan 16 % dari pendapatannya di sektor pendidikan karena berkurangnya jumlah tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan serta murid yang banyak pindah ke wilayah Kabupaten Toraja Utara. (dapat di lihat pada lampiran 4). 4.2.2. Belanja Pendidikan Permurid Untuk mendapatkan belanja pendidikan permurid maka dapat dicari melalui jumlah total anggaran APBN (dana BOS) ditambah dengan total anggaran pendidikan masing-masing kabupaten/kota di Sulawesi Selatan kemudian dibagi dengan jumlah murid yang bersekolah pada level Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). SMU dan SMK dikeluarkan dari perhitungan ini karena biaya operasional pendidikan untuk SMU dan SMK ditanggung oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan orang tua murid (melalui SPP dll). Olehnya itu, dalam penelitian ini tidak memasukkan murid SMU/SMK sebagai bagian yang harus ditanggung pembiayaannya baik oleh dana BOS maupun oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota kecuali untuk gaji tenaga kependidikan yang ada di level SMU/SMK tersebut. Adapun besaran dana BOS yang dialokasikan untuk seluruh murid SD dan SMP dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini : Tabel 4.1. Besaran Dana BOS Untuk Setiap Jenjang Pendidikan Berdasarkan Lokasi Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Kabupaten Kota SD/SDLB Rp. 397.000/Siswa Rp. 400.000/Siswa SMP/SMPLB/SMPT Rp. 570.000/Siswa Rp. 575.000/Siswa Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional 2010 Berdasarkan pada tabel 4.1. diatas, maka belanja pendidikan permurid di masing masing kabupaten/kota akan berbeda di tiap level pendidikan. Belanja pendidikan permurid merupakan perkiraan total belanja setiap murid setiap tahun. Belanja pendidikan permurid tersebut menjadi biaya operasional sekolah dalam menjalankan kegiatan belajar dan pembelajaran. Jika dilihat dari belanja pendidikan permurid baik SD maupun SMP semuanya berada di kisaran antara 1 juta sampai 1,4 juta. Belanja pendidikan permurid Sekolah Dasar (SD) terbesar di Kabupaten Pangkep sebesar Rp. 1.171.425,-. sedangkan belanja pendidikan murid SD terendah terjadi di Kota Palopo sebesar Rp. 1.007.759,-. Sedangkan untuk level Sekolah Menengah Pertama, belanja pendidikan terbesar ada di Kabupaten Pangkep sebesar Rp. 1.344.425, dan terendah terjadi di Kota Palopo sebesar Rp. 1.182.759,-. Selain itu, secara keseluruhan belanja pendidikan permurid SMP lebih tinggi daripada belanja pendidikan permurid SD. Hal ini terjadi karena besara Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk Sekolah Menengah Pertama lebih tinggi daripada Sekolah Dasar (lampiran 5). 4.2.3. Distribusi Manfaat Belanja Pendidikan 4.2.3.1. Distribusi Manfaat Belanja Pendidikan Jumlah penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010 terdiri dari 3.808.726 laki – laki dan 4.041.356 perempuan. Dari total penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan tersebut penduduk yang berusia Sekolah Dasar (7 – 12 tahun) sebesar 1.039.874 orang atau sebesar 13,29 % dari jumlah penduduk atau 14,59 % dari total penduduk usia sekolah. Sedangkan jumlah penduduk usia 13–15 tahun sebanyak 490.508 orang atau 6,27 % dari jumlah penduduk atau 6,88 % dari jumlah penduduk usia sekolah. Dalam hal ini, usia sekolah TK, SMU/SMK tidak dimasukkan kedalam penelitian ini. Untuk menghasilkan hasil BIA yang komprehensif maka penelitian ini hanya akan fokus pada rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga (ART) yang berusia sekolah, yakni 7–15 tahun Hal ini berdasarkan bahwa belanja pendidikan khususnya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ditujukan khusus kepada setiap warga negara usia sekolah (7–15 tahun). Selanjutnya penelitian ini mengunakan data pengguna layanan pendidikan di 24 Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Susenas Kor pada tahun 2010 yang dilakukan Badan Pusat Statistik. Jumlah sampel survei tersebut sebanyak 9626 individu dari 7244 rumah tangga. Untuk anak usia Sekolah Dasar (7 – 12 Tahun) persentase terbesar ada di Kabupaten Bone dan Kabupaten Luwu Utara masing – masing sebesar 80,7 %, sedangkan persentase terendah ada di Kabupaten Soppeng sebesar 68,7 %. Untuk anak usia Sekolah Menengah Pertama (13 – 15 tahun) persentase terbesar ada di Kabupaten Soppeng sebesar 31,3 % dan persentase terendah di Kabupaten Bone dan Kabupaten Luwu Utara masing – masing sebesar 19,3 % (lampiran 6). Selanjutnya dari 7244 rumah tangga yang tersebar di 24 kabupaten/kota tersebut diatas, kemudian dibagi 10 kelompok pendapatan (desil). Pembagian ini berdasarkan pada tingkat pendapatan rumah tangga perbulan dimulai dari kelompok berpendapatan rendah ke kelompok berpendapatan tinggi. Jumlah rumah tangga tersebut kadangkala tidak genap dibagi kedalam 10 kelompok pendapatan (desil) sehingga ada desil yang mempunyai anggota lebih banyak daripada desil lainnya. Selain itu, perlu juga diperhatikan pendapatan perkapita masing-masing rumah tangga berdasarkan pada garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010. Besaran garis kemiskinan itu berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya tergantung pada tinggi – rendahnya harga di daerah yang bersangkutan. Dari perhitungan tersebut didapatkan jumlah rumah tangga serta anggota rumah tangga miskin yang menikmati anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Hal ini penting untuk menjelaskan pada desil mana saja rumah tangga dan murid miskin itu berada dan seberapa besar persentasenya dalam menikmati layanan pendidikan yang tersedia. Adapun besaran garis kemiskinan tertinggi ada di Kabupaten Toraja Utara sebesar Rp. 249.111,-. Hal ini menjadi indikasi bahwa harga barang-barang konsumsi di Kabupaten Toraja Utara relatif mahal dibandingkan dengan daerah lainnya di Sulawesi Selatan. Sedangkan jumlah rumah tangga miskin terbesar ada di Kabupaten Pangkep sebesar 59 rumah tangga yang berada di bawah garis kemiskinan. Adapun jumlah rumah tangga miskin terendah ada di Kabupaten Pinrang sebanyak 17 rumah tangga yang berada dibawah garis kemiskinan. Selain itu jumlah murid miskin terbesar ada di Kabupaten Toraja Utara sebanyak 108 murid yang berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan jumlah murid miskin terendah ada di Kabupaten Pinrang sebanyak 25 orang murid yang berada di bawah garis kemiskinan. (lihat lampiran 7). Jika dilihat pada (lampiran 7) itu pula, memberikan gambaran berapa banyak rumah tangga yang berada dibawah garis kemiskinan yang ikut menikmati layanan pendidikan baik ditingkat Sekolah Dasar maupun yang ada ditingkat Sekolah Menengah Pertama di setiap kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Selatan berdasarkan pada tingkat pendapatan perkapitanya. Pendapatan perkapita tersebut didapatkan dengan membagi jumlah pendapatan rumah tangga sebulan dengan jumlah anggota rumah tangga yang ada dalam rumah tangga tersebut. Selain itu, juga memberikan gambaran persentase murid yang berasal dari rumah tangga yang berada dibawah garis kemiskinan yang ikut menikmati layanan pendidikan baik ditingkat Sekolah Dasar maupun ditingkat Sekolah Menengah Pertama di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya hasil perhitungan diatas masing – masing akan diuraikan pada penjelasan distribusi manfaat belanja pendidikan baik Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah Pertama dengan menjelaskan pada desil mana saja murid miskin itu berasal. 4.2.3.2. Distribusi Manfaat Belanja Pendidikan SD dan SMP di 24 Kabupaten/Kota Besar kecilnya manfaat yang diterima oleh tiap kelompok pendapatan di masing-masing tingkat pendidikan akhirnya ditentukan oleh persentase anggota rumah tangga mereka yang bersekolah di SD dan SMP. Pembahasan mengenai distribusi manfaat belanja pendidikan SD dan SMP di 24 Kabupaten/Kota akan dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kelompok besar berdasarkan pada pusat-pusat kegiatan yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan yakni Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Pusat Kegiatan Lokal (PKL) ini kemudian dibagi 2 (dua) agar memudahkan dalam pembahasannya. 4.2.3.2.1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) ini terdiri dari Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. Adapun pembahasan distribusi manfaat belanja pendidikan SD dan SMP untuk seluruh daerah yang ada dalam Pusat Kegiatan Nasional adalah sebagai berikut : 4.2.3.2.1.1. Kota Makassar Setelah dilakukan perhitungan, desil pertama, ketiga, kelima, dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,67 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil keenam, ketujuh, dan kedelapan sebesar 10,04 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, keempat dan kesembilan yakni sebesar 10,41 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 192 rumah tangga (269 murid), terdapat 13 rumah tangga (23 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 6,8 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kota Makassar. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil keempat. Persentase desil pertama sebagai kalangan paling miskin dan persentase desil kesepuluh sebagai kalangan paling kaya di Kota Makassar adalah sama yakni sebesar 9,67 persen maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau keberpihakan kepada rumah tangga miskin dan kaya adalah sama. Salah satu faktor yang membuat persentase tersebut sama karena subsidi pendidikan terutama dana BOS tidak membedakan antara murid dari kalangan rumah tangga miskin dengan murid yang berasal dari rumah tangga kaya. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), desil keenam dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 8,82 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedua, ketiga, kelima dan kedelapan sebesar 9,80 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keempat dan kesembilan yakni sebesar 10,78 %. Manfaat paling tinggi diperoleh oleh desil ketujuh yakni sebesar 11,76 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 93 rumah tangga (102 murid), terdapat 6 rumah tangga (7 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 6,4 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kota Makassar. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama dan desil kedua. Jika melihat persentase desil pertama sebagai kalangan paling miskin di Kota Makassar yang sebesar 9,80 % sedangkan desil kesepuluh yang merupakan kalangan paling kaya hanya memperoleh manfaat sebesar 8,82 % yang berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat progresif artinya berpihak kepada rumah tangga miskin. (lampiran 8). Jumlah rumah tangga miskin di Kota Makassar relatif kecil dibandingkan dengan daerah lain karena Kota Makassar merupakan daerah dengan sektor unggulan perdagangan dan jasa yang sangat dinamis sehingga memudahkan penduduknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Pekerjaan dan penghidupan yang layak memungkinkan mereka untuk bisa meningkatkan tingkat pendapatannya. Dengan pendapatan yang layak memungkinkan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di berbagai jenjang persekolahan tanpa melihat status sekolah tersebut negeri atau swasta. Apalagi kebijakan Pemerintah Kota Makassar untuk tetap mensubsidi sekolah swasta dengan dana BOS di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). 4.2.3.2.1.2. Kabupaten Maros Hasil perhitungan untuk Sekolah Dasar menunjukkan bahwa desil pertama, keempat, keenam dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,75 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, ketujuh, dan kedelapan sebesar 10,03 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga, kelima dan kesembilan yakni sebesar 10,31 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 255 rumah tangga (359 murid), terdapat 36 rumah tangga (53 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 14,1 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Maros. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kelima. Jika melihat besaran persentase desil pertama dan kesepuluh yang sama yakni sebesar 9,75 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral berarti persentase yang sama antara rumah tangga miskin dan kaya. Hasil perhitungan untuk Sekolah Menengah Pertama menunjukkan bahwa desil pertama, kelima, ketujuh dan kesembilan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,35 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, kedelapan dan kesepuluh sebesar 10,28 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keenam yakni sebesar 11,21%. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 102 rumah tangga (107 murid), terdapat 13 rumah tangga (15 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 12,7 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Maros. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, desil keempat dan desil kelima. Jika melihat pada besaran persentase antara desil pertama sebagai pemilik pendapatan terendah sebesar 9,35 % dan desil kesepuluh sebagai reperentasi kalangan rumah tangga kaya yang sebesar 10,28 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat regresif artinya anggaran pendidikan lebih berpihak kepada rumah tangga kaya. (lampiran 9). Kabupaten Maros sebagai penyanggah Kota Makassar di sebelah utara merupakan kabupaten dengan sektor unggulan transportasi udara karena dua bandara yakni Bandara Internasional Sultan Hasanuddin dan Bandara Mandai sebagai pintu gerbang masuk ke Sulawesi Selatan berada di daerah ini. Selain itu, sektor lain yang juga merupakan unggulan adalah industri dan pariwisata. Kabupaten Maros merupakan penghasil semen terbesar kedua setelah Kabupaten Pangkep di Sulawesi Selatan dan memiliki kawasan pariwisata dimana Air Terjun Bantimurung sebagai sebagai air terjun terbesar di Sulawesi Selatan berada. Daerah ini juga merupakan perlintasan utama menuju Kota Makassar dari arah utara maupun dari arah timur sehingga perekonomian daerahnya sangat dinamis. 4.2.3.2.1.3. Kabupaten Gowa Hasil perhitungan untuk Sekolah Dasar (SD) menujukkan bahwa desil pertama dan kelima memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,57 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil ketujuh, kesembilan dan kesepuluh sebesar 9,90 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, keenam dan kedelapan yakni sebesar 10,23 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 241 rumah tangga (303 murid), terdapat 17 rumah tangga (25 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 7,1 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Gowa. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kelima. Jika melihat besaran persentase desil pertama sebagai kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah memperoleh manfaat terkecil sebesar 9,57 % dan desil kesepuluh sebagai kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan tertinggi memperoleh manfaat sebesar 9,90 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar di Kabupaten Gowa bersifat regresif atau berpihak kepada kalangan rumah tangga yang berpenghasilan tinggi. Sedangkan hasil perhitungan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) menunjukkan bahwa desil pertama, kelima dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,40 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, keenam, ketujuh, kedelapan dan kesembilan yakni sebesar 10,26 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 113 rumah tangga (117 murid), terdapat 10 rumah tangga (10 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 8,8 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Gowa. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga dan desil keempat. Besaran persentase desil pertama yang memiliki pendapatan terendah dan desil kesepuluh yang memiliki pendapatan paling tinggi menerima manfaat masing – masing sebesar 9,40 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral dimana distribusi manfaat untuk rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah dan rumah tangga yang memiliki pendapatan paling tinggi memperoleh manfaat yang sama. (lampiran 10) Kabupaten Gowa merupakan kawasan penyanggah Kota Makassar di sebelah selatan. Daerah ini merupakan perlintasan utama menuju Kota Makassar dari arah selatan. Banyak industri dan pergudangan berdiri di daerah ini setelah pemerintah Kota Makassar melarang pembangunan gudang di dalam Kota Makassar. Dengan banyaknya investasi di daerah ini, memungkinkan penduduknya memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang layak. Sektor lain yang juga merupakan unggulan adalah sektor jasa dan perdagangan. Namun, kondisi ini terjadi hanya disekitar ibukota kabupaten saja. Di bagian lain daerah ini, terutama daerah pegunungan cenderung kurang berkembang karena hanya mengandalkan pertanian dan perkebunan tradisional, sehingga distribusi pendapatan masyarakat di daerah ini relatif kurang merata. Perkembangan perekonomian di bagian barat dan selatan yang sangat maju pesat berbanding terbalik dengan bagian timur yang relatif kurang berkembang. 4.2.3.2.1.4. Kabupaten Takalar Hasil perhitungan menunjukkan bahwa desil pertama, kedua, keempat, keenam, kedelapan dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,87 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga, kelima, ketujuh dan kesembilan yakni sebesar 10,20%. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 234 rumah tangga (304 murid), terdapat 22 rumah tangga (30 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 9,4 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Takalar. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil keenam. Jika melihat persentase desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan paling rendah dan desil kesepuluh sebagai kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan tertinggi memperoleh manfaat masing – masing sebesar 9,87 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral dimana keberpihakan anggaran kepada rumah tangga miskin dan kaya adalah sama. Sedangkan hasil perhitungan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) menunjukkan bahwa desil pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,88 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keenam yakni sebesar 11,11 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 79 rumah tangga (81 murid), terdapat 8 rumah tangga (8 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 10,12 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Takalar. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua dan desil ketiga. Desil pertama sebagai kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah dan desil kesepuluh sebagai kelompok rumah tangga dengan pendapatan tertinggi memperoleh manfaat yang sama sebesar 9,88 %. Hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral dimana persentase manfaat yang diterima kedua kelompok tersebut adalah sama. (lampiran 11). Sektor unggulan di Kabupaten Takalar adalah sektor pertanian. Luas areal persawahan di daerah ini sebesar 163,14 km2. Luasnya wilayah lahan sawah di daerah ini mengakibatkan mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian. Selain itu, masyarakat di daerah pesisir pantai banyak bekerja sebagai nelayan dan petani rumput laut. Sama dengan Kabupaten Gowa yang merupakan daerah perlintasan dari arah selatan, Kabupaten Takalar juga merupakan daerah persinggahan sehingga menghidupkan sektor riil terutama pedagang makanan dan minuman di sepanjang jalur perlintasan tersebut. 4.2.3.2.2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Adapun distribusi manfaat belanja pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) ini adalah sebagai berikut : 4.2.3.2.2.1. Kota Palopo Berdasarkan hasil perhitungan distribusi manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan, desil pertama, keempat, keenam dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,82 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, kelima, ketujuh, kedelapan dan kesembilan yakni sebesar 10,12 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 210 rumah tangga (326 murid), terdapat 35 rumah tangga (62 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 16,7 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kota Palopo. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kedelapan. Jika melihat besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama dan desil kesepuluh yang masing – masing sebesar 9,82 %, maka dapat disimpulkan bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan persentase yang sama. Sedangkan untuk distribusi manfaat anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama, desil pertama dan keempat memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 8,86 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh sebesar 10,13 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga yakni sebesar 11,39 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 72 rumah tangga (79 murid), terdapat 13 rumah tangga (18 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 18 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kota Palopo. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan kedelapan. Jika melihat pada besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama yang berisi rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah memperoleh manfaat hanya sebesar 8,86 % dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan tinggi yang menikmati manfaat sebesar 10,13 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat regresif artinya berpihak kepada rumah tangga kaya. (lampiran 12). Sifat anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar bersifat netral di Kota Palopo disebabkan karena besaran subsidi yang sama terhadap masing – masing murid SD. Sementara untuk Sekolah Menengah Pertama bersifat regresif karena jumlah rumah tangga miskin yang ada di Kota Palopo relatif kecil. Hal ini disebabkan karena Kota Palopo merupakan daerah perdagangan dan jasa yang berkembang sangat cepat dan merupakan pusat pertumbuhan di bagian utara Sulawesi Selatan, sehingga pendapatan perkapita masyarakat sangat signifikan dalam mendukung kehidupannya. 4.2.3.2.2.2. Kabupaten Bone Dari hasil perhitungan distribusi manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan, desil pertama, kelima, ketujuh dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,79 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, kedelapan dan kesembilan sebesar 10,09 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keenam yakni sebesar 10,40 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 228 rumah tangga (327 murid), terdapat 29 rumah tangga (48 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 12,7 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Bone. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kedelapan. Jika melihat pada besaran persentase desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan yang paling rendah dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki tingkat pendapatan tertinggi masing – masing sebesar 9,79 % maka dapat disimpulkan bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan persentase yang sama. Sedangkan distribusi manfaat untuk belanja pendidikan di level Sekolah Menengah Pertama, desil kedua dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 8,97 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil pertama, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh kedelapan dan kesembilan yakni sebesar 10,26 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 71 rumah tangga (78 murid), terdapat 7 rumah tangga (9 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 9,8 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Bone. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, desil keempat dan desil keenam. Jika desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan terendah memperoleh manfaat lebih banyak yakni sebesar 10,26 % jika dibandingkan dengan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan tertinggi yang hanya menerima manfaat sebesar 8,97 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat progresif artinya berpihak kepada rumah tangga miskin. (lampiran 13). Manfaat yang diterima oleh rumah tangga untuk belanja pendidikan di Sekolah Dasar bersifat netral disebabkan karena subsidi yang diberikan kepada murid SD adalah jumlahnya sama tanpa melihat latar belakang kehidupan sosial ekonomi rumah tangga murid SD yang bersangkutan. Namun, untuk manfaat belanja pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Bone yang bersifat progresif karena tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga relatif merata sehingga orang tua murid yang memiliki pendapatan tinggi dapat menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta. Dengan kondisi tersebut memungkinkan rumah tangga miskin memiliki peluang lebih banyak untuk menyekolahkan anaknya. Pendapatan rumah tangga di Kabupaten Bone relatif merata karena daerah ini merupakan daerah penghasil hasil pertanian terutama padi terbesar di Sulawesi Selatan bersama dengan 5 daerah lainnya yang tergabung dalam BOSOWA SIPILU (Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Luwu). Keenam daerah ini merupakan penyanggah utama kebutuhan pangan terutama padi karena berdasarkan perhitungan Loqation Question (LQ) semua daerah tersebut memiliki nilai LQ lebih dari 1. Artinya, selain mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, daerah ini juga mampu mememuhi kebutuhan pangan daerah lain bahkan ke provinsi lain. Sumber ekonomi lain yang dimiliki oleh Kabupaten Bone adalah Pelabuhan Bajoe yang merupakan perlintasan utama masyarakat Sulawesi Selatan yang akan menuju Sulawesi Tenggara. Sektor angkutan laut ini juga memberi sumbangsih yang tidak sedikit terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bone. 4.2.3.2.2.3. Kabupaten Jeneponto Setelah dilakukan perhitungan distribusi manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan terutama untuk Sekolah Dasar (SD) didapatkan bahwa desil kelima, dan desil kesembilan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,58 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedua, ketiga dan kesepuluh sebesar 9,90 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga, keempat dan keenam yakni sebesar 10,22 %. Manfaat paling tinggi diperoleh oleh desil kedelapan sebesar 10,54 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 225 rumah tangga (313 murid), terdapat 42 rumah tangga (68 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 18,7 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Jeneponto. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kedelapan. Jika melihat pada besaran persentase desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah dengan memperoleh manfaat yang sama dengan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan tertinggi dengan nilai sebesar 9,90 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau keberpihakan kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya adalah sama. Sedangkan distribusi manfaat belanja pendidikan untuk level Sekolah Menengah Pertama, desil pertama, kedua, ketiga, kelima, keenam, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,76 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keempat dan ketujuh yakni sebesar 10,98 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 80 rumah tangga (82 murid), terdapat 8 rumah tangga (8 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 10 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Jeneponto. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, desil keempat dan desil kelima. Jika melihat pada besaran persentase yang diterima desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan tertinggi dengan manfaat yang sama sebesar 9,76 % hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral atau persentase keberpihakan kepada rumah tangga miskin dan kaya adalah sama. (lampiran 14). Distribusi manfaat yang netral dari belanja pemerintah di sektor pendidikan di Kabupaten Jeneponto memberikan gambaran bahwa tingkat pendapatan masyarakat di daerah ini relatif merata sehingga kesempatan dan peluang untuk memperoleh pendidikan antara yang miskin dan kaya adalah sama. Hal ini juga disebabkan oleh adanya subsidi pemerintah berupa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk kedua jenjang pendidikan tersebut. Distribusi pendapatan yang merata tersebut disebabkan oleh karena mayoritas masyarakat di Kabupaten Jeneponto bekerja di sektor pertanian dan perdagangan. Walaupun hasil pertaniannya tidak besar akan tetapi dapat memenuhi kebutuhan pangan di dalam wilayah Kabupaten Jeneponto secara keseluruhan. Selain itu, pemanfaatan garis pantai sepanjang 75 km, banyak dipergunakan oleh masyarakat pesisir untuk membudidayakan rumput laut. Sedangkan di daerah pegunungan, masyarakat selain bekerja di sektor pertanian juga bekerja di sektor perkebunan yang menhasilkan sayur mayor. Masyarakat Jeneponto dikenal memiliki ethos kerja yang tinggi, maklum karena kondisi alam yang kritis dan cenderung kering memaksa masyarakat untuk bekerja keras demi mendapatkan pendapatan bagi keluarganya. 4.2.3.2.2.4. Kabupaten Barru Berdasarkan hasil perhitungan, desil keempat memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,38 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedua, kedelapan dan kesepuluh sebesar 9,77 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kelima, keenam, ketujuh dan kesembilan yakni sebesar 10,16 %. Manfaat paling tinggi diperoleh oleh desil ketiga sebesar 10,94 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 188 rumah tangga (256 murid), terdapat 14 rumah tangga (20 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 7,4 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Barru. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil ketujuh. Jika melihat pada besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama dan kesepuluh yang masing – masing sebesar 9,77 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan persentase yang sama. Sedangkan distribusi manfaat untuk belanja pendidikan di Sekolah Menengah Pertama, desil pertama, kelima dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,20 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, keenam, ketujuh kedelapan dan kesembilan yakni sebesar 10,34%. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 81 rumah tangga (87 murid), terdapat 5 rumah tangga (6 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 6,1 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Barru. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama dan desil kedua. Sedangkan besaran persentase manfaat yang diterima oleh rumah tangga miskin di desil pertama dan rumah tangga paling kaya di desil kesepuluh yang masing – masing memperoleh manfaat yang sama sebesar 9,20 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral artinya berpihak kepada rumah tangga kaya dan rumah tangga miskin dengan persentase yang sama. (lampiran 15) Manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan di Kabupaten Barru yang bersifat netral baik untuk tingkat SD maupun tingkat SMP lebih banyak disebabkan oleh tingkat pendapatan yang hampir merata bagi seluruh rumah tangga di Kabupaten Barru. Kondisi perekonomian di Kabupaten Barru banyak ditopang oleh sektor perdagangan karena merupakan daerah perlintasan bagi masyarakat dari arah utara yang akan menuju ke Kota Makassar. Selain itu, masyarakat banyak yang bekerja di sektor pertanian sehingga kebutuhan akan pangan dapat tertutupi secara mandiri. 4.2.3.2.2.5. Kota Pare – Pare Distribusi manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan di Kota Pare – Pare menghasilkan kesimpulan bahwa desil pertama, keempat, dan kedelapan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,71 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, kelima, keenam, kesembilan dan kesepuluh sebesar 10,03 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga, dan ketujuh yakni sebesar 10,36 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 213 rumah tangga (309 murid), terdapat 20 rumah tangga (38 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 9,4 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kota Pare – Pare. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kelima. Jika dilihat pada besaran persentase manfaat yang diterima desil pertama yang merupakan kelompok masyarakat berpendapatan rendah sebesar 9,71 % dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan tinggi dengan persentase manfaat sebesar 10,03 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat regresif atau distribusi manfaat dari anggaran pendidikan tersebut labeih banyak dinikmati oleh orang yang berpendapatan tinggi. Sedangkan untuk ditribusi manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan pada level Sekolah Menengah Pertama, desil pertama, kedua, kelima, keenam, kedelapan, dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,57 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga, keempat, ketujuh dan kesembilan yakni sebesar 10,64 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 87 rumah tangga (94 murid), terdapat 7 rumah tangga (9 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 8 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kota Pare – Pare. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua dan keempat. Jika melihat pada besaran distribusi manfaat yang diterima oleh desil pertama dan kesepuluh yang memperoleh jumlah yang sama sebesar 9,57 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral artinya berpihak kepada rumah tangga kaya dan rumah tangga miskin dengan persentase yang sama. (lampiran 16). Kondisi regresif terjadi di level Sekolah Dasar karena jumlah rumah tangga miskin relatif sedikit di Kota Pare – Pare sementara rumah tangga yang memiliki pendapatan yang tinggi sangat banyak. Namun, untuk level Sekolah Menengah Pertama, bersifat netral karena banyak anak dari kalangan rumah tangga dengan pendapatan tinggi bersekolah di sekolah swasta yang dianggap memiliki mutu yang lebih baik. Hal ini tentu memberikan peluang dan kesempatan yang lebih besar kepada anak dari rumah tangga miskin untuk menikmati pendidikan di level Sekolah Menengah Pertama. Distribusi pendapatan masyarakat di Kota Pare – Pare relatif merata karena daerah ini memiliki keunggulan disektor perdagangan dan jasa transportasi dimana daerah ini merupakan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) karena memiliki daya dukung pelabuhan yang dapat disinggahi oleh kapal – kapal besar baik penumpang yang melayani rute Pare – Pare ke Balikpapan dan Samarinda di Kalimantan Timur. Hampir semua barang kebutuhan pokok warga Kalimantan Timur dari Sulawesi Selatan melalui pelabuhan ini sehingga lalu lintas barang dan jasa serta perekonomian kota dapat berjalan dengan dinamis. 4.2.3.2.2.6. Kabupaten Bulukumba Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa desil pertama, keempat, dan kesembilan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,67 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Namun manfaat rata-rata diperoleh oleh desil kedua, kelima, keenam, ketujuh dan kedelapan dengan nilai 10,04 %. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga dan kesepuluh yakni sebesar 10,41 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 190 rumah tangga (269 murid), terdapat 16 rumah tangga (25 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 8,4 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Bulukumba. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kelima. Jika dilihat pada besaran persentase desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah memperoleh manfaat sebesar 9,67 % dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan tertinggi mendapat manfaat tertinggi sebesar 10,41 % maka dapat disimpulkan bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat regresif dimana persentase manfaat yang diterima oleh rumah tangga kaya lebih banyak daripada rumah tangga miskin. Sedangkan distribusi manfaat yang diterima oleh rumah tangga yang memiliki anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah bahwa desil pertama, kelima, kedelapan dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,09 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, keenam, dan ketujuh sebesar 10,39 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kesembilan yakni sebesar 11,69 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 72 rumah tangga (77 murid), terdapat 5 rumah tangga (6 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 6,9 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Bulukumba. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama, desil kedua, desil keempat dan desil ketujuh. Jika dilihat pada besaran persentase manfaat yang diterima desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga berpendapatan terendah dan desil kesepuluh yang merupakan kelompoko rumah tangga yang memiliki pendapatan tertinggi sebesar 9,09 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral atau keberpihakan manfaat anggaran terhadap rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya adalah sama. (lampiran 17) Hal ini terjadi karena di Kabupaten Bulukumba jumlah rumah tangga kaya relatif lebih banyak dari jumlah rumah tangga yang berada dibawah garis kemiskinan. Hal ini menyebabkan jumlah murid SD dari kalangan rumah tangga kaya banyak menikmati subsidi pendidikan di Sekolah Dasar. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama, manfaat anggaran pendidikan bersifat netral karena rumah tangga kaya menyekolahkan anaknya di sekolah unggulan baik di dalam wilayah Kabupaten Bulukumba maupun di luar Kabupaten Bulukumba. Hal ini menyebabkan kesempatan dan peluang yang dimiliki oleh murid dari rumah tangga miskin untuk menikmati manfaat belanja di sektor pendidikan lebih banyak jika dibandingkan dengan Sekolah Dasar. Distribusi pendapatan masyarakat juga agak merata untuk seluruh rumah tangga. Hal ini terjadi karena mayoritas rumah tangga tersebut bekerja di sektor pertanian. Selain ini daerah ini juga memiliki kawasan/destinasi wisata yang mengagumkan yakni Pantai Bira yang merupakan satu – satunya pantai berpasir putih yang ada di Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan terbukanya lapangan kerja dan usaha baru bagi masyarakat selain bekerja di sektor pertanian. 4.2.3.2.2.7. Kabupaten Pangkep Distribusi manfaat belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar menghasilkan kesimpulan bahwa desil pertama sampai dengan desil kesepuluh memperoleh manfaat yang sama sebesar 10 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 245 rumah tangga (350 murid), terdapat 43 rumah tangga (69 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 17,6 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Pangkep. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kelima. Persentase yang sama antara desil pertama dan desil kesepuluh sebesar 10 % berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral artinya keberpihakan anggaran pendidikan terhadap rumah tangga dengan pendapatan rendah dan rumah tangga yang memiliki pendapatan tinggi adalah sama. Sedangkan manfaat belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pangkep menghasilkan kesimpulan bahwa desil pertama dan ketiga memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 8,99 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh sebesar 10,11 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keempat yakni sebesar 11,24%. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 80 rumah tangga (89 murid), terdapat 16 rumah tangga (19 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 20 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pangkep. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, desil keempat, desil kelima, desil keenam dan desil ketujuh. Jika melihat pada manfaat yang diterima desil pertama yang hanya sebesar 8,99 % sedangkan desil kesepuluh memperoleh manfaat sebesar 10,11 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat regresif artinya berpihak kepada rumah tangga kaya. (lampiran 18). Belanja pendidikan di SD bersifat netral karena adanya subsidi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap level pendidikan dasar tersebut. Namun, kondisi lain terjadi di SMP dimana kebijakan anggaran bersifat regresif yang berpihak terhadap kalangan rumah tangga kaya karena jumlah rumah tangga miskin di daerah ini relatif agak kurang. Selain itu, animo masyarakat Kabupaten Pangkep terutama kalangan rumah tangga yang berpenghasilan rendah untuk memasukkan anaknya ke sekolah agama seperti pesantren membuat belanja pendidikan di SMP lebih banyak dinikmati oleh kalangan rumah tangga kaya. Pendapatan rumah tangga di daerah ini cenderung merata karena adanya industri Semen Tonasa yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk terlibat aktif sebagai pekerja. Selain itu, daerah ini juga dikenal sebagai kawasan pembibitan tanaman unggulan mulai dari padi, jagung dan lain – lain. Selain itu, sumber daya manusia di daerah ini relatif tinggi karena adanya Politeknik Pertanian. Selain industri semen, daerah ini juga mengahsilkan marmer yang berkualitas. 4.2.3.2.3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Untuk memudahkan pembahasan, Pusat Kegiatan Lokal (PKL) ini akan dibagi berdasarkan lokasi yakni Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Selatan – Tengah dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Utara. 4.2.3.2.3.1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Selatan – Tengah Adapun hasil perhitungan distribusi manfaat belanja pemerintah 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan untuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Selatan – Tengah adalah sebagai berikut : 4.2.3.2.3.1.1. Kabupaten Kepulauan Selayar Setelah melakukan perhitungan, maka didapatkan hasil distribusi manfaat belanja pendidikan di Kabupaten Kepulauan Selayar yakni desil pertama, ketiga, keempat, kelima, kedelapan, dan kesembilan memperoleh manfaat yang sama yakni sebesar 10,07 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Namun manfaat terkecil diperoleh oleh desil kedua, keenam, dan kesepuluh dengan nilai 9,71 %. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketujuh yakni sebesar 10,43 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 195 rumah tangga (278 murid), terdapat 26 rumah tangga (45 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 13,3 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Selayar. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kedelapan. Jika dilihat pada besaran distribusi manfaat di desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah memperoleh manfaat sebesar 10, 07 % sedangkan desil kesepuluh memperoleh manfaat sebesar 9,71 %. Hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat progresif atau berpihak kepada masyarakat miskin. Sedangkan distribusi manfaat belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama, desil ketiga, dan kelima memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 8,22 %. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, ketujuh, kedelapan dan kesepuluh sebesar 9,59 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keempat, keenam dan kesembilan yakni sebesar 10,96 %. Manfaat paling tinggi diperoleh oleh desil kedua sebesar 12,33 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 63 rumah tangga (73 murid), terdapat 7 rumah tangga (7 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 11,1 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Kepulauan Selayar. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama, desil kedua, desil ketiga dan desil keenam. Jika dilihat pada besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama dan kesepuluh dimana memperoleh nilai manfaat yang sama sebesar 9,59 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral atau keberpihakan kepada rumah tangga kaya dan rumah tangga miskin adalah sama. (lampiran 19). Hal ini berarti bahwa kondisi geografis Kepualaun Selayar yang terdiri dari banyak pulau tidak menyurutkan langkah murid SD dan SMP baik dari kalangan rumah tangga miskin maupun rumah tangga kaya untuk tetap menikmati pendidikan. Hal ini juga berarti bahwa moda transportasi laut sangat lancar di daerah ini sehingga akses mereka untuk mendapatkan pendidikan juga merata. Selain itu, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang sudah menjangkau daerah pulau yang terpencil ikut memberi andil. Hal yang paling penting adalah bahwa subsidi pendidikan yang diberikan terutama dana BOS yang dialokasikan untuk transportasi murid SD dan SMP mendapat perhatian utama dari pemerintah. Daerah ini sangat surplus dengan adanya Pelabuhan Laut Pamattata dan Bandara Aroeppala serta lokasi wisata terutama Taka Bonerate yang terkenal dengan pemandangan bawah lautnya tercantik di Asia Tenggara setelah Bunaken dan Wakatobi. Hal ini menjadi pilar utama perekonomian Kabupaten Kepulauan Selayar selain kopra dan perikanan tangkap. 4.2.3.2.3.1.2. Kabupaten Bantaeng Distribusi manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan untuk Sekolah Dasar di Kabupaten Bantaeng menghasilkan hasil perhitungan bahwa desil pertama, kedua, keempat, kelima, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,92 %. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga dan keenam yakni sebesar 10,31 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 191 rumah tangga (262 murid), terdapat 20 rumah tangga (36 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 12,4 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Bantaeng. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil ketujuh. Desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan terendah memiliki persentase manfaat yang sama dengan desil kesepuluh yang memiliki pendapatan tertinggi yakni sebesar 9,92 % yang berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan proporsi yang sama. Sedangkan distribusi manfaat untuk Sekolah Menengah Pertama adalah bahwa desil kelima memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 8,64 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedua, ketiga, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh sebesar 9,88 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keempat dan keenam yakni sebesar 11,11%. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 76 rumah tangga (81 murid), terdapat 3 rumah tangga (3 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 3,9 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Bantaeng. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil ketiga, dan desil keenam. Jika dilihat besaran persentase desil pertama dan desil kesepuluh yang masing – masing memperoleh manfaat sebesar 9,88 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut juga bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga kaya dan miskin dengan jumlah dan proporsi manfaat yang sama. (lampiran 20). Olehnya itu dapat disimpulkan bahwa manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan untuk SD dan SMP di Kabupaten Bantaeng bersifat netral, hal ini terjadi karena kedua level pendidikan tersebut di subsidi oleh pemerintah. Selain itu, tingkat pendapatan rumah tangga relatif merata untuk semua masyarakat. Hal ini disebabkan oleh mayoritas penduduk di daerah tersebut bekerja disektor pertanian, perkebunan dan perikanan. Selain itu, jumlah rumah tangga miskin relatif sedikit. Sektor perdagangan juga memberikan andil yang tidak sedikit dalam kemajuan daerah ini. 4.2.3.2.3.1.3. Kabupaten Sinjai Berdasarkan hasil perhitungan distribusi manfaat, dapat di jelaskan bahwa desil kedua, kelima dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,73 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, keempat, keenam, ketujuh, dan kesembilan sebesar 10,03 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga dan kedelapan yakni sebesar 10,33 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 236 rumah tangga (329 murid), terdapat 29 rumah tangga (47 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 12,3 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Sinjai. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil ketujuh. Sedangkan jika melihat pada besaran manfaat yang diterima oleh desil pertama sebagai kelompok rumah tangga yang berpendapatan terendah memperoleh manfaat sebesar 10,03 % dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan tertinggi memperoleh manfaat sebesar 9,73 %. Hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat progresif atau berpihak kepada rumah tangga miskin. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama didapatkan hasil bahwa desil pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh memperoleh manfaat yang sama sebesar 10 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 105 rumah tangga (110 murid), terdapat 7 rumah tangga (8 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 6,6 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Sinjai. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, desil keempat dan desil ketujuh. Jika melihat besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama dan kesepuluh dengan jumlah dan proporsi yang sama yakni sebesar 10 %, hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral artinya keberpihakan kepada rumah tangga miskin dan kaya adalah sama. (lampiran 21). Manfaat anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar bersifat progresif karena besaran rumah tangga yang berada dibawah garis kemiskinan mencapai 12 %. Hal ini berarti kebijakan anggaran di Kabupaten Sinjai sudah mengakomodir kepentingan rumah tangga miskin. Selain itu, karena adanya subsidi maka memberikan peluang kepada rumah tangga termiskin untuk tetap memiliki akses terhadap pendidikan. Sementara untuk Sekolah Menengah Pertama, manfaat tersebut bersifat netral yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua murid SMP tanpa melihat latar belakang pendapatan rumah tangganya. Hal ini juga mengindikasikan bahwa di Kabupaten Sinjai pendapatan rumah tangga relatif merata karena mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian, perkebunan dan kelautan. Sektor jasa dan perdagangan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat. 4.2.3.2.3.1.4. Kabupaten Soppeng Hail perhitungan menunjukkan bahwa desil pertama dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,60 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan dan kesembilan yakni sebesar 10,10 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 155 rumah tangga (198 murid), terdapat 14 rumah tangga (22 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 9 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Soppeng. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil keenam. Jika melihat besaran manfaat yang diterima oleh desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan terendah dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan tertinggi yakni sebesar 9,60 % yang berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan persentase dan proporsi yang sama. Sementara distribusi manfaat untuk Sekolah Menengah Pertama dapat disimpulkan bahwa desil kedelapan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 8,89 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, kesembilan dan kesepuluh sebesar 10,00 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketujuh yakni sebesar 11,11%. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 82 rumah tangga (90 murid), terdapat 5 rumah tangga (5 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 6,1 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Soppeng. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama dan desil kedua. Jika melihat besaran desil pertama dan desil kesepuluh yang memiliki proporsi yang sama sebesar 10 % maka dapat disimpulkan bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral artinya berpihak kepada rumah tangga kaya dan rumah tangga miskin dengan proporsi yang sama. (lampiran 22) Manfaat yang diterima belanja pendidikan untuk SD dan SMP bersifat netral karena adanya subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada kedua level pendidikan tersebut sehingga berapapaun pendapatan rumah tangga tetap memiliki kesempatan dan akses yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif merata di daerah ini disebabkan karena mayoritas masyarakat bekerja di sektor pertanian. Salah satu lumbung pangan Sulawesi Selatan adalah di daerah ini. 4.2.3.2.3.1.5. Kabupaten Wajo Jika berdasarkan pada hasil perhitungan distribusi manfaat untuk Kabupaten Wajo, dapat disimpulkan bahwa desil kesembilan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,52 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedua, keempat, kelima dan ketujuh sebesar 9,89 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga, keenam, kedelapan dan kesepuluh yakni sebesar 10,26 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 199 rumah tangga (273 murid), terdapat 20 rumah tangga (29 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 10,1 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Wajo. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kelima. Desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan terendah memperoleh manfaat sebesar 9,89 % sedangkan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan tertinggi memperoleh manfaat terbesar sebesar 10,26 %. hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat regresif atau berpihak kepada rumah tangga kaya. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama, kelompok desil pertama, kedelapan dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 8,82 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh sebesar 10,29 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kesembilan yakni sebesar 11,76 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 66 rumah tangga (68 murid), terdapat 5 rumah tangga (6 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 7,5 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Wajo. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua dan desil ketiga. Desil pertama dan kesepuluh memperoleh manfaat yang sama sebesar 8,82 % yang berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral artinya manfaat yang dirasakan oleh rumah tangga kaya dan rumah tangga miskin adalah sama. (lampiran 23). Hal ini mengindikasikan bahwa manfaat yang diterima oleh kelompok rumah tangga kaya dari belanja pendidikan di level pendidikan Sekolah Dasar sangat besar. Sedangkan untuk manfaat belanja pendidikan untuk SMP bersifat netral karena adanya bantuan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada tingkat pendidikan SD dan SMP sehingga memperbesar peluang dan kesempatan rumah tangga untuk memiliki akses terhadap pendidikan. Selain itu, persentase rumah tangga kaya yang lebih banyak di daerah ini. Tingkat kesejahteraan msayarakat yang tinggi terjadi karena dukungan sumber daya alam yang subur dan merupakan salah satu lumbung pangan di Sulawesi Selatan. 4.2.3.2.3.1.6. Kabupaten Sidrap Berdasarkan hasil perhitungan maka dapat disimpulkan bahwa desil pertama, kelima dan kesembilan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,67 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keenam ketujuh dan kesepuluh sebesar 10,04 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keempat dan kedelapan yakni sebesar 10,41 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 199 rumah tangga (269 murid), terdapat 13 rumah tangga (18 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 6,5 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Sidrap. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil keenam. Jika melihat besaran persentase desil pertama sebesar 9,67 % dan desil kesepuluh yang sebesar 10,04 % maka dapat disimpulkan bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat regresif atau berpihak kepada rumah tangga kaya. Namun untuk Sekolah Menengah Pertama didapatkan hasil bahwa desil pertama, keenam dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,20 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, kelima, ketujuh, kedelapan dan kesembilan yakni sebesar 10,34 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 83 rumah tangga (87 murid), terdapat 9 rumah tangga (9 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 10,8 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Sidrap. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, desil keempat, desil kelima dan desil keenam. Jika melihat besaran persentase desil pertama dan desil kesepuluh yang sama yakni sebesar 9,20 % yang berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral artinya berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan persentase yang sama. (lampiran 24) Sama dengan Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidrap juga merupakan lumbung pangan di Sulawesi Selatan sehingga tingkat pendapatan masyarakat relatif merata. Hal ini berimplikasi terhadap akses rumah tangga kaya terhadap pendidikan semakin besar sehingga kebijakan anggaran untuk SD lebih memihak kepada rumah tangga kaya. Namun, untuk Sekolah Menengah Pertama, lebih bersifat netral yang disebabkan oleh kemampuan rumah tangga kaya untuk menyekolahkan anaknya disekolah yang tidak disubsidi oleh pemerintah sehingga memberikan peluang dan kesempatan kepada rumah tangga miskin untuk sama – sama menikmati pendidikan. 4.2.3.2.3.2. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Utara Adapun hasil perhitungan distribusi manfaat belanja pemerintah 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan untuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Utara adalah sebagai berikut :   4.2.3.2.3.2.1. Kabupaten Pinrang Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa desil pertama, keempat dan kedelapan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,77 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, kelima, keenam, ketujuh, kesembilan dan kesepuluh yakni sebesar 10,10%. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 223 rumah tangga (307 murid), terdapat 12 rumah tangga (20 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 5,4 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Pinrang. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil keempat. Jika dilihat pada besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan yang terendah sebesar 9,77 % dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan tertinggi memperoleh manfaat sebesar 10,10 % maka hal ini bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat regresif atau berpihak kepada rumah tangga kaya. Sedangkan manfaat belanja untuk Sekolah Menengah Pertama di dapatkan hasil bahwa desil pertama dan kesembilan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,26 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan dan kesepuluh yakni sebesar 10,19 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 105 rumah tangga (108 murid), terdapat 5 rumah tangga (5 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 4,7 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pinrang. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, dan desil ketujuh. Jika melihat besaran persentase manfaat yang diterima desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan rendah sebesar 9,26 % dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan tinggi memperoleh manfaat sebesar 10,19 % hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat regresif artinya berpihak kepada rumah tangga kaya. (lampiran 25) Kebijakan anggaran dan distribusi manfaat yang diterima oleh kelompok rumah tangga kaya yang lebih dominan daripada rumah tangga miskin ini disebabkan oleh karena jumlah rumah tangga termiskin di Kabupaten Pinrang sangat kecil jika dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki pendapatan yang tinggi. Hal ini terjadi karena Kabupaten Pinrang adalah kabupaten yang sangat maju baik dari sisi pembangunan pertanian maupun perdagangan dan jasa – jasa. Selain itu. Kabupaten Pinrang juga merupakan jalur perlintasan utama menuju ke Provinsi Sulawesi Barat setelah Kota Pare – Pare. Hal ini memberikan implikasi yang positif terhadap pertumbuhan perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Pinrang. 4.2.3.2.3.2.2. Kabupaten Enrekang Untuk distribusi manfaat belanja pendidikan di Kabupaten Enrekang didapatkan hasil bahwa desil ketiga, keenam dan kedelapan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,71 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedua, kelima, dan kesembilan sebesar 10,00 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keempat, ketujuh dan kesepuluh yakni sebesar 10,29 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 211 rumah tangga (350 murid), terdapat 35 rumah tangga (70 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 16,6 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Enrekang. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil ketujuh. Selain itu, jika melihat pada besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama yang sebesar 10,00 % dan desil kesepuluh yang sebesar 10,29 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat regresif atau berpihak kepada rumah tangga kaya. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama dapat dijelaskan bahwa desil pertama, ketiga, ketujuh dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,38 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, keempat, kelima, keenam, kedelapan dan kesembilan yakni sebesar 10,42 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 89 rumah tangga (96 murid), terdapat 9 rumah tangga (11 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 10,1 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Enrekang. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, desil keempat dan desil kelima. Jika melihat besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama sebagai kelompok rumah tangga yang berpendapatan terendah dan desil kesepuluh yang memperoleh manfaat yang sama sebesar 9,38 % berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral artinya persentase keberpihakan kepada rumah tangga miskin dan kaya adalah sama. (lampiran 26). Manfaat regresif yang diterima dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar mengindikasikan bahwa jumlah rumah tangga kaya relatif lebih besar daripada jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Enrekang. Sedangkan untuk belanja pendidikan Sekolah Menengah Pertama yang bersifat netral mengindikasikan bahwa rumah tangga kaya banyak menyekolahkan anaknya kesekolah swasta yang memiliki mutu pendidikan yang lebih baik atau bisa jadi kemampuan rumah tangga miskin untuk mengakses pendidikan di level SMP semakin besar dengan adanya jaminan dari pemerintah berupa subsidi atau dana BOS. Selain itu, tingkat pendapatan rumah tangga di daerah ini relatif merata karena mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian dan perkebunan dengan hasil utama padi, kopi dan cengkeh. 4.2.3.2.3.2.3. Kabupaten Luwu Berdasarkan hasil perhitungan distribusi manfaat belanja pendidikan Sekolah Dasar didapatkan bahwa desil kedua memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,60 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil ketiga, keempat, keenam, ketujuh dan kesembilan sebesar 9,87 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedelapan dan kesepuluh yakni sebesar 10,13 %. Manfaat paling tinggi dirasakan oleh desil pertama dan kelima sebesar 10,40 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 246 rumah tangga (375 murid), terdapat 45 rumah tangga (80 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 18,3 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Luwu. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kedelapan. Jika melihat pada besaran persentase manfaat yang diterima desil pertama yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan terendah sebesar 10,40 % dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan tertinggi memperoleh manfaat sebesar 10,13 % yang berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat progresif atau berpihak kepada rumah tangga miskin. Hal lain terjadi pada level Sekolah Menengah Pertama dimana desil pertama, keempat, ketujuh dan kesembilan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,43 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, kelima, keenam, kedelapan dan kesepuluh yakni sebesar 10,38 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 96 rumah tangga (106 murid), terdapat 12 rumah tangga (16 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 12,5 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Luwu. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil keempat, desil kelima dan desil keenam. Jika melihat besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama sebagai kelompok masyarakat berpendapatan terendah sebesar 9,43 % dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang berpendapatan tertinggi memperoleh manfaat sebesar 10,38 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat regresif artinya berpihak rumah tangga kaya. (lampiran 27). Manfaat yang diterima dari belanja pendidikan untuk SD bersifat progresif karena jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Luwu sangat tinggi mencapai angka 18 % sehingga jumlah anak yang menikmati layanan pendidikan tersebut juga tinggi. Namun, untuk SMP hal ini berbanding terbalik karena jumlah rumah tangga kaya relatif lebih banyak daripada rumah tangga miskin. Hal ini terjadi karena distribusi pendapatan yang kurang merata akibat dari penguasaan lahan perkebunan oleh kelompok rumah tangga kaya di daerah tersebut. Kelompok rumah tangga miskin hanya menjadi pekerja atau penggarap lahan saja sehingga pendapatan mereka agak terbatas. Daerah ini merupakan penghasil utama kakao, cengkeh dan sagu serta padi. 4.2.3.2.3.2.4. Kabupaten Tana Toraja Setelah dilakukan perhitungan terhadap distribusi manfaat belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar, didapatkan kesimpulan bahwa desil pertama dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,60 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil keempat, keenam dan ketujuh sebesar 9,91 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, kelima, kedelapan dan kesembilan yakni sebesar 10,22 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 224 rumah tangga (323 murid), terdapat 31 rumah tangga (53 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 13,8 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Tana Toraja. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil kedelapan. Jika melihat besaran persentase desil pertama dan kesepuluh yang memiliki persentase yang sama sebesar 9,60 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan proporsi yang sama. Hal yang sama terjadi di Sekolah Menengah Pertama dimana desil ketujuh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,01 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, ketujuh, kesembilan dan kesepuluh sebesar 9,91 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keenam dan kedelapan yakni sebesar 10,81 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 103 rumah tangga (111 murid), terdapat 7 rumah tangga (8 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 6,8 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Tana Toraja. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil ketiga, dan desil kedelapan. Jika melihat besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama dan kesepuluh yang masing – masing memperoleh manfaat sebesar 9,91 % maka ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan proporsi yang sama. (lampiran 28) Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Tana Toraja relatif kecil karena kemajuan daerah tersebut yang merupakan kawasan pariwisata budaya andalan di Sulawesi Selatan selain hasil alam lain berupa hasil pertanian dan perkebunan. Hasil perkebunan yang paling terkenal adalah Kopi Toraja yang sangat enak dan memiliki ciri khas tersendiri. Sumber – sumber pendapatan tersebut memberikan implikasi yang positif terhadap tingkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Tana Toraja. 4.2.3.2.3.2.5. Kabupaten Luwu Utara Manfaat yang diterima oleh kelompok rumah tangga yang memiliki anak usia Sekolah Dasar adalah bahwa desil keempat memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,61 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedelapan dan kesepuluh sebesar 9,87 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedua, ketiga, kelima, keenam, ketujuh dan kesembilan yakni sebesar 10,13 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 275 rumah tangga (385 murid), terdapat 41 rumah tangga (62 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 14,9 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Luwu Utara. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil keenam. Jika melihat besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama dan kesepuluh dengan proporsi yang sama sebesar 9,87 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan proporsi yang sama. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama didapatkan hasil bahwa desil kedelapan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 8,70 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, kedua, ketiga, kelima, keenam dan kesepuluh sebesar 9,78 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keempat, ketujuh dan kesembilan yakni sebesar 10,87 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 82 rumah tangga (92 murid), terdapat 13 rumah tangga (19 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 15,8 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Luwu Utara. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, desil keempat, desil kelima dan desil kesembilan. Jika melihat besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama dan kesepuluh dengan proporsi yang sama sebesar 9,78 % maka hal ini berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan proporsi yang sama. (lampiran 29) Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat yang diterima oleh rumah tangga baik miskin maupun kaya yang bersifat netral disebabkan karena subsidi pendidikan yang diberikan oleh pemerintah sehingga memberikan kesempatan dan peluang yang sama kepada murid dari rumah tangga miskin dan murid dari rumah tangga kaya untuk memeroleh akses terhadap pendidikan. Selain itu, pendapatan masyarakat yang meningkat karena dukungan sumber daya alam yang diberkahi dengan lahan perkebunan yang luas memberikan kesempatan berusaha kepada masyarakat baik sebagai pemilik lahan maupun sebagai pekerja di perkebunan. Daerah ini merupakan daerah surplus perkebunan dengan hasil utama kopi, cengkeh dan kakao yang memiliki harga yang sangat kompetitif di pasaran dunia karena berkualitas ekspor. Selain itu, daerah ini juga merupakan perlintasan menuju ke Provinsi Sulawesi Tengah. 4.2.3.2.3.2.6. Kabupaten Luwu Timur Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hasil dimana desil kedua, keempat, ketujuh dan kesembilan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,78 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil pertama, ketiga, kelima, keenam dan kesepuluh sebesar 10,09 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil kedelapan yakni sebesar 10,41 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 231 rumah tangga (317 murid), terdapat 22 rumah tangga (37 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 9,5 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Luwu Timur. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil keenam. Jika dilihat pada besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama sebagai kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah dan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan tertinggi masing – masing sebesar 10,09 % maka dapat disimpulkan bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan proporsi yang sama. Hal lain terjadi pada level Sekolah Menengah Pertama dimana desil pertama, kedua, keempat, ketujuh dan kesembilan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,48 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kelima, keenam, kedelapan dan kesepuluh sebesar 10,34 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketiga yakni sebesar 11,21 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 101 rumah tangga (116 murid), terdapat 10 rumah tangga (11 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 9,9 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Luwu Timur. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil kelima dan desil keenam. Manfaat yang diterima oleh desil pertama sebagai kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan terendah memperoleh manfaat sebesar 9,48 % sedangkan desil kesepuluh yang merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pendapatan tertinggi memperoleh manfaat sebesar 10,34 % yang berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat regresif artinya berpihak kepada rumah tangga kaya. (lampiran 30) Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk belanja pendidikan di level SD masih bersifat netral karena adanya subsidi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan untuk level SMP, lebih bersifat regresif karena jumlah rumah tangga yang berpendapatan tinggi lebih banyak daripada rumah tangga yang berpendapatan rendah. Hal ini disebabkan karena adanya industri pertambangan nickel yang dilakukan oleh PT. Antam Tbk di daerah ini sehingga tingkat pendapatan masyarakat meningkat karena keberadaan industri tambang tersebut. Selain itu, daerah ini juga merupakan daerah perlintasan menuju ke Sulawesi Tenggara sehingga tingkat perekonomian masyarakat cenderung dinamis. 4.2.3.2.3.2.7. Kabupaten Toraja Utara Manfaat yang diterima oleh rumah tangga dari anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar dapat dijelaskan bahwa desil pertama, kedua, kelima, ketujuh, kedelapan dan kesepuluh memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,85 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil ketiga, keempat dan kesembilan sebesar 10,15 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil keenam yakni sebesar 10,46 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 179 rumah tangga (325 murid), terdapat 35 rumah tangga (85 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 19,6 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Toraja Utara. Rumah tangga miskin tersebut tersebar di desil pertama sampai dengan desil keenam. Besaran persentase manfaat yang diterima oleh desil pertama dan kesepuluh yang memperoleh manfaat sebesar 9,85 % berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Dasar tersebut bersifat netral atau berpihak kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya dengan proporsi yang sama. Sementara untuk belanja pendidikan di level Sekolah Menengah Pertama didapatkan hasil bahwa desil pertama, dan kedelapan memperoleh manfaat yang paling rendah sebesar 9,24 % dari belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat rata – rata (sedang) diperoleh oleh desil kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, kesembilan dan kesepuluh sebesar 10,08 % dan manfaat tertinggi diperoleh oleh desil ketujuh yakni sebesar 11,92 %. Jika berdasarkan pada pendapatan perkapita rumah tangga, maka dapat dijelaskan bahwa dari 108 rumah tangga (119 murid), terdapat 20 rumah tangga (23 murid) yang berada dibawah garis kemiskinan atau sebesar 18,5 persen yang menikmati layanan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Toraja Utara. Rumah tangga miskin tersebut berada di desil pertama, desil kedua, desil ketiga, desil keempat dan desil kelima. Desil pertama sebagai kelompok rumah tangga yang berpendapatan terendah memperoleh manfaat sebesar 9,24 % sedangkan desil kesepuluh memperoleh manfaat sebesar 10,68 % yang berarti bahwa anggaran pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama tersebut bersifat regresif artinya berpihak kepada rumah tangga kaya. (lampiran 31). Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk Sekolah Dasar (SD) dari 24 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan maka dapat disimpulkan bahwa manfaat belanja pendidikan untuk Sekolah Dasar yang bersifat progresif terjadi di 3 kabupaten yakni Kabupaten Kepulauan Selayar, Sinjai dan Luwu. Sedangkan manfaat belanja pendidikan Sekolah Dasar yang bersifat netral terjadi di 12 kabupaten dan 2 kota yakni Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Takalar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Toraja Utara, Kota Makassar dan Kota Palopo. Selain itu, manfaat belanja pendidikan Sekolah Dasar yang bersifat regresif terjadi di 6 kabupaten dan satu kota yakni Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Gowa, Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang dan Kota Pare - Pare. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dari 24 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan maka dapat disimpulkan bahwa manfaat belanja pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama yang bersifat progresif terjadi di satu kabupaten dan satu kota yakni di Kabupaten Bone dan Kota Makassar. Sedangkan manfaat belanja pendidikan Sekolah Menengah Pertama yang bersifat netral terjadi di 14 kabupaten dan 1 Kota yakni Kabupaten Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Barru, Soppeng, Wajo, Sidrap, Enrekang, Tana Toraja, Luwu Utara dan Kota Pare - Pare. Selain itu, manfaat belanja pendidikan Sekolah Menengah Pertama yang bersifat regresif terjadi di 6 kabupaten dan 1 kota yakni Kabupaten Maros, Pangkep, Pinrang, Luwu, Luwu Timur, Toraja Utara dan Kota Palopo. Selain itu jika di gabungkan antara manfaat belanja Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di 24 kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun kabupaten yang memiliki manfaat yang bersifat progresif untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan manfaat yang bersifat netral untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama terjadi di Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Barru, Soppeng, Tana Toraja dan Luwu Utara. Untuk manfaat yang bersifat regresif untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama terjadi di Kabupaten Pinrang.