Senin, 22 April 2013

100 Hari Pasca Pilkada : Balas Jasa Vs Balas Dendam (Refleksi Pelibatan PNS Sebagai Tim Pemenangan Pilkada)

100 hari setelah pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota adalah moment paling mendebarkan bagi para Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di suatu daerah yang baru saja melaksanakan proses pilkada. Mengapa mendebarkan? Ini terjadi karena bagi mereka yang merasa masuk tim pemenangan pasangan yang terpilih akan merasa berdebar dengan seribu satu macam pertanyaan : akankah saya akan mendapatkan manfaat dari perjuangan saya kemaren pada saat momen pilkada berlangsung? Yang terfikir hanyalah dimanakah saya akan ditempatkan dalam sebuah jabatan yang menggiurkan (ada jabatan mata air dan ada jabatan air mata). Jabatan mata air dimaknai sebagai jabatan yang sangat menggiurkan dan memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan jabatan lain yang sama levelnya dengan jabatan tersebut. Jabatan air mata adalah jabatan yang dipandang sebagai jabatan yang kurus dari sisi pendapatan dan tingkat kesejahteraan karena kurangnya anggaran yang dikelola. Setiap tim pemenangan yang memperoleh jabatan dianggap sebagai balas jasa atas keikutsertanya dalam memenangkan pasangan calon. Bahkan mereka dianggap sebagai ring I, ring II dan ring III tim pemenangan. Perbedaan ring ini dimaknai sebagai sejauhmana kemampuan tim dalam merekrut massa pendukung, materi yang dikeluarkan (dikorbankan) selama pilkada, kedekatan secara struktural dan kultural terhadap pasangan calon. Sementara bagi mereka yang tidak terlibat atau bahkan menjadi tim pemenangan pasangan calon pemimpin daerah yang kalah, maka siap-siap juga untuk didepak dari kursi jabatannya. Pilihan ini terbagi dua, tetap diberikan jabatan tapi dimutasi ke lahan kering atau jabatan air mata, ataukah sekalian dibebastugaskan dari jabatannya alias nonjob. Keduanya berarti pemberian sanksi secara tidak langsung akibat dari ketidakmampuan membaca situasi dilapangan pada saat pilkada berlangsung. Fenomena balas jasa dan balas dendam di pilkada di seluruh Indonesia sudah mahfum terjadi. Balas jasa bagi tim pemenangan dan balas dendam bagi lawan politik dan ujung-ujungnya adalah promosi atau mutasi ataupun nonjob. Promosi bagi tim pemenangan, mutasi dan nonjob bagi tim lawan politik. Mutasi menjadi sebuah pembenaran terhadap lawan politik dengan memperhalusnya menjadi melakukan “penyegaran struktural.” Jika ini yang terjadi dalam setiap selesainya momen pilkada maka jangan heran ketika ada Pegawai Negeri Sipil yang selalu melawan pimpinannya karena perbedaan pilihan di pilkada. Bahkan ada yang bersedia mengajukan pensiun dini demi harga diri tidak mau dipimpin oleh lawan politiknya. Proses pilkada harusnya dimaknai sebagai proses pencarian pemimpin yang terbaik bagi rakyat tanpa terkecuali, tapi jika proses ini masih diwarnai dengan politik transaksional, maka yang terjadi seperti yang saya jelaskan diatas. Maka marilah kita sebagai PNS untuk tetap netral sekaligus loyal kepada pimpinan selama proses pilkada berlangsung sehingga masyarakat benar-benar memilih pemimpinya dengan ikhlas tanpa pamrih. Salam Pencerdasan.