Kamis, 06 Desember 2012

Tesisku (BAB I)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah merupakan salah satu faktor utama pembangunan manusia dan merupakan layanan dasar bagi seluruh warga negara. Menurut UNESCO dalam (Toyamah, 2004) Pendidikan merupakan elemen penting dalam rangka memerangi kemiskinan, memberdayakan wanita, dan menyelamatkan anak-anak dari berbagai upaya eksploitasi. Dengan pendidikan diharapkan masyarakat dapat memahami setiap permasalahan yang melingkupi diri dan masyarakatnya. Setiap individu diharapkan untuk ikut serta mengikuti semua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar, menengah dan atas serta perguruan tinggi. Selain kemiskinan, hal yang penting untuk dilawan adalah kebodohan. Kebodohan hanya akan dapat dientaskan dengan pendidikan. Ketiadaan akses terhadap pendidikan merupakan hal utama yang sangat berpengaruh terhadap kemiskinan dan ketiadaan akses terhadap pendidikan memiliki korelasi yang kuat terhadap pendapatan yang tidak merata. Satu dari setiap lima anak di negara berkembang atau sekitar 113 juta anak tidak memiliki akses terhadap pendidikan sekitar 880 juta orang dewasa mengalami buta huruf. Dua per tiga dari anak yang putus sekolah dan orang dewasa yang buta huruf adalah perempuan. Satu dari setiap empat anak yang bersekolah mengalami putus sekolah pada level pendidikan dasar. Pada tahun 2015, diperkirakan lebih dari 100 juta anak usia sekolah tidak bisa menikmati pendidikan dasar (Aya Aoki dkk, 2001). Kegagalan dalam menyediakan layanan dasar berupa pendidikan adalah masalah yang serius bagi negara berkembang untuk mengurangi kemiskinan. Banyak penelitian yang menggambarkan bahwa persoalan penyediaan layanan dasar berupa pendidikan kepada semua individu banyak terkendala oleh faktor terutama bagi kalangan perempuan, suku minoritas, anak panti asuhan, orang yang memiliki kelainan mental dan fisik dan mereka yang hidup di daerah perdesaan. Pendidikan dasar atau pemberantasan buta huruf, sangat penting untuk dilakukan sehingga memberikan kontribusi maupun manfaat terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendidikan juga merupakan istrumen penting bagi masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan potensi dan kualitas kehidupan, meningkatkan mobilitas pekerja, meningkatkan tingkat kesehatan anak dan orang tua, mengurangi tingkat kesuburan dan kematian anak dan memberdayakan potensi demokrasi dalam sitem politik sebuah masyarakat (Aya Aoki dkk, 2001). Ada empat (4) hal yang berpengaruh besar terhadap pendidikan seperti dikemukakan oleh Aya Aoki dkk (2001), sebagai berikut : 1. Tingkat pendidikan masyarakat, meliputi tingkat pendidikan dasar yang diikuti, perbedaan gender dalam partisipasi pendidikan, hasil belajar, tingkat baca tulis orang dewasa. 2. Karakteristik individu, rumah tangga dan masyarakat. Karakteristik individu berupa gender, kemampuan dasar, kesehatan, nutrisi, adanya cacat tubuh, pendidikan anak usia dini. Karakteristik rumah tangga berupa pendidikan orang tua, pendapatan, status kesehatan rumah tangga, kesadaran orang tua terhadap pendidikan dan kehidupan masyarakat. Karakteristik masyarakat berupa kondisi geografi dan lingkungan masyarakat (desa/kota), basis ekonomi dan sumber daya yang tersedia, kondisi tenaga kerja, budaya dan agama, kesadaran masyarakat terhadap pendidikan, pengembangan infrastruktur. 3. Sistem pendidikan dan sektor yang terkait. Meliputi pendidikan formal, pendidikan nonformal dan sektor lainnya yang terkait. Pendidikan formal meliputi sekolah dasar negeri dan swasta yang tersedia, kualitas pendidikan, efisiensi dan akuntabilitas pendidikan, adanya program yang mampu mengatasi berbagai macam kendala pendidikan seperti ketidakmampuan masyarakat dalam membiayai pendidikan, budaya dan sebagainya, serta keseimbangan antara pendidikan menengah dan tinggi. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan dasar bagi orang dewasa. Sektor lainnya yang terkait, misalnya pengembangan ekonomi masyarakat, layanan kesehatan, program bagi anak-anak dan perempuan, bantuan sosial, infrastruktur, dan teknologi komunikasi dan informasi. 4. Kebijakan dan tindakan pemerintah. Hal ini meliputi kebijakan makroekonomi dan fiskal, stabilitas dan keterbukaan politik, strategi pendidikan secara menyeluruh, alokasi sumber daya untuk pendidikan, system pemerintahan dan desentralisasi, kualitas layanan sosial, perencanaan pengembangan negara berupa infrastruktur, ekonomi dan layanan sosial. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikian menurut Kartono (1992) dalam Daulay (2008) pendidikan merupakan komponen ekonomi yang penting, karena dapat memproduksi tenaga kerja terampil yang dapat memasuki pasaran kerja, disamping membentuk manusia-manusia ekonomis untuk pembangunan masyarakat demi kelestarian hidup bangsa. Dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil dan terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Investasi pendidikan sangat penting dalam memberikan ransangan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi terutama bagi negara yang berpendapatan rendah. Tanpa pendidikan, usaha untuk mengurangi kemiskinan dalam jangka waktu panjang adalah sesuatu yang tidak mungkin. Pendidikan memberikan pengaruh lansung terhadap produktifitas tenaga kerja, meningkatkan pengetahuan tentang pengelolaan sumber daya alam, adaptasi teknologi dan inovasi yang cepat. Hal ini merupakan hal yang fundamental dalam menciptakan iklim yang kompetitif, pengetahuan berbasis ekonomi, tidak hanya pada produksi secara langsung dan produktifitas para pekerja tetapi juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan ilmu ekonomi yang demikian cepat yang tentunya berpengaruh besar terhadap para pekerja dan penduduk baik sektor modern maupun tradisional dalam meningkatkan produktifitasnya (Porter, 1998 dan Hanushek and Kimko, 2000 dalam Aya Aoki dkk, 2000). Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan, baik dari segi mutu maupun alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan Negara lain, Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan, dan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Humas Kementerian Riset dan Teknologi (2011) bahwa dalam era otonomi daerah, layanan pendidikan merupakan salah satu kewenangan yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Sejak diterapkan pada tahun 2001, tanggungjawab pemerintah daerah dalam menyediakan layanan pendidikan kepada masyarakat semakin tinggi. Kewenangan pendidikan dasar dan menengah telah sepenuhnya diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten kota. Salah satu peran negara adalah menyediakan fasilitas pendidikan bagi seluruh rakyatnya. Keberadaan negara menjadi demikian penting untuk ikut mencerdaskan bangsa dan seluruh penduduknya. Setiap warga negara bersamaan haknya untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik dan bermutu. Menurut Brodjonegoro, (2011) bahwa pendidikan sebagai salah satu dari 11 program prioritas nasional 2010 – 2014 selain daripada reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, infrastruktur, iklim investasi dan iklim usaha, energi, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik, kebudayaan, kreatifitas dan inovasi teknologi. Pemerintah Indonesia berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang telah mempersyaratkan anggaran sebesar 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai tahun 2010. Kebijakan anggaran sebesar itu diperuntukkan untuk ketersediaan layanan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia disemua level dan tingkatan pendidikan. Layanan pendidikan yang bermutu, berkualitas dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia diharapkan memberikan solusi terhadap persoalan sumber daya manusia indonesia yang selama ini dianggap jauh tertinggal dari negara – negara lainnya dikawasan Asia Tenggara. Semakin tingginya anggaran pendidikan tersebut menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan seperti yang diamanatkan oleh Undang – Undang Dasar 1945. Seiring dengan hal tersebut, desentralisasi pendidikan diharapkan dapat lebih mengembangkan kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan, serta mendekatakan kebijakan pendidikan pada masalah riil di daerah. Salah satu ukuran keberhasilan pendidikan adalah meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri. Angka partisipasi kotor (APK) dan angka partisipasi murni (APM) sebagai ukuran aksesibilitas meningkat cukup signifikan dari tahun ke tahun. APM SD meningkat dari 91,5 pada tahun 1995 menjadi 92,3 pada tahun 2000. Kemudian 93,2 pada tahun 2005 dan menjadi 94,4 pada tahun 2009. Demikian juga dengan APM SMP yang meningkat dari 51,0 pada tahun 1995 menjadi 62,2 pada tahun 2005 dan menjadi 67,4 pada tahun 2009. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 disebutkan bahwa karena terbatasnya anggaran pemerintah untuk pendidikan, maka strategi pembiayaan pendidikan nasional selama kurun waktu lima tahun kedepan disusun dalam skala prioritas. Penetapan prioritas pembangunan pendidikan diprioritaskan pada : 1. Keberpihakan pemerintah terhadap anak-anak dari keluarga kurang beruntung karena faktor – faktor ekonomi, geografi dan sosial budaya untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 2. Tuntutan prioritas karena adanya perubahan kebijakan pendidikan termasuk dalam pemenuhan hak – hak konstitusional warga negara pada setiap satuan, jenjang dan jenis pendidikan baik pada jalur formal maupun non formal serta untuk menjaga komitmen internasional dan kepentingan nasional. 3. Prediksi perkembangan kemampuan keuangan negara dan potensi konstribusi masyarakat terhadap pendidikan. Dalam renstra pendidikan tersebut juga disebutkan bahwa kebijakan desentralisasi pendidikan menuntut peningkatan kemampuan daerah dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan pendidikan di daerahnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat menyusun strategi pembiayaan untuk dapat mencapai target-target program yang disusun dalam perencanaan pendidikan untuk lima tahun kedepan. Strategi pembiayaan disusun dengan memperhitungkan proyeksi a) pendapatan asli daerah (PAD), b) dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), c) dana otonomi khusus dan penyeimbang, dan d) perkiraan alokasi belanja pemerintah pusat berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan (DTP). Sumber pendanaan lainnya yang dapat diperhitungkan adalah bantuan luar negeri, khususnya untuk pembiayaan program-program prioritas. Pembiayaan pendidikan menurut renstra pendidikan tahun 2005 – 2009 adalah melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Memperjelas pemihakan terhadap masyarakat miskin dan atau masyarakat kurang beruntung lainnya. 2. Memperkuat otonomi dan desentralisasi pendidikan. 3. Memberikan insentif dan disinsentif bagi : a) perluasan dan pemerataan akses pendidikan, b) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan secara berkelanjutan, c) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra public pengelola pendidikan. Menurut Ibnu Purna dkk (2011) pada tahun 2005 alokasi anggaran Depdiknas ini mencapai Rp. 23.117,4 Milyar atau 19,23 % dari total APBN. Selanjutnya terus mengalami kenaikan pada tahun 2006 mencapai Rp. 37.095,1 Milyar atau 22,44% dari total APBN, Rp. 40.476,8 Milyar atau 18,95% pada tahun 2007, Rp. 45.296,7 tahun 2008 atau 16,67% dan pada tahun 2009 anggaran Depdiknas adalah sebesar Rp. 62.098,3 Milyar atau 19,76% dari APBN. Menurut Toyamah et al. (2004) bahwa secara umum saat ini pendidikan nasional dihadapkan pada beberapa persoalan mendasar yakni : 1. Rendahnya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, baik antar wilayah, antar tingkat pendapatan penduduk, maupun antar gender. 2. Rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan antara lain karena kurikulum yang tidak terkait dengan kebutuhan lapangan kerja, rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, serta terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan. 3. Lemahnya manajemen penyelenggaraan pendidikan, baik di lembaga formal maupun masyarakat. Dengan besaran alokasi anggaran untuk pendidikan tersebut memiliki manfaat yang cukup besar bagi pemerataan kesejahteraan dan peningkatan akses pendidikan oleh masyarakat miskin Indonesia bukan hanya setelah orde reformasi, namun pada saat orde baru pun demikian. Berdasarkan hasil penelitian Van De Walle (1992) belanja pemerintah dalam bidang pendidikan lebih banyak menyentuh masyarakat miskin daripada belanja pemerintah terhadap kesehatan. Subsidi pendidikan terhadap pendidikan dasar dan menengah paling banyak menyentuh masyarakat miskin Indonesia dan meningkatkan standar hidup mereka. Pendidikan juga telah membuka ketertutupan masyarakat miskin di daerah terpencil. Lebih jauh Van De Walle, (1992) mengemukakan bahwa dengan subsidi pendidikan menyentuh masyarakat miskin dengan dua alasan : 1) keluarga miskin memiliki lebih banyak anak, 2) keluarga kaya akan berusaha untuk memasukkan anaknya ke sekolah swasta. Akses masyarakat miskin terhadap pelayanan sosial terutama pendidikan telah lama menjadi isu yang mendunia, tidak terkecuali di Indonesia. Kemiskinan kadangkala membuat keluarga miskin tidak mendapatkan akses terhadap fasilitas-fasilitas umum yang disediakan pemerintah jika dibanding dengan mereka yang hidup berkecukupan. Selain itu, faktor tempat tinggal (urban dan rural), tinggal di Pulau Jawa dengan di luar Pulau Jawa, gender juga berbeda. (Van De Walle, 1992). Lebih lanjut Van De Walle (1992), mengemukakan bahwa standar hidup rumaha tangga tergantung pada dua hal, pertama apa yang mereka miliki sebagai sebuah keluarga dan manfaat yang mereka terima dari layanan public yang dibiayai oleh pemerintah seperti pendidikan dan kesehatan. Klasifikasi pengeluaran pemerintah menurut Suparmoko dalam Desi Dwi Bastias, (2010) adalah sebagai berikut : 1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa yang akan datang. 2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat. 3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang. 4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran daya beli yang lebih luas. Masih menurut Suparmoko dalam Desi Dwi Bastias (2010) ada bermacam-macam pengeluaran pemerintah seperti : 1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau sepenuhnya artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa atau barang-barang yang bersangkutan. Misalnya, pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan pemerintah atau untuk proyek-proyek produktif. 2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomi bagi masyarakat yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya, pengeluaran untuk bidang pertanian, pendidikan, dan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan perekonomian masyarakat. 3. Pengeluaran yang tidak termasuk self liquiditing dan tidak reproduktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambahkan kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. misalnya untuk mendirikan fasilitas rekreasi, monumen dan sebagaianya. 4. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa datang. Misalnya, pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan untuk masyarakat. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008 disebutkan bahwa misi pembangunan Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 2008 - 2013 ada 5 (lima) masing-masing sebagai berikut, Pertama, meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat yang meliputi: (1) ketersediaan pangan terjangkau dan aman; (2) layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas; (3) layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas; (4) kesempatan kerja dan lapangan usaha; (5) layanan perumahan dan sanitasi; (6) akses air bersih; (7) kepastian pemilikan dan penguasaan tanah; (8) sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (9) rasa aman dan tenteram; (10) partisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Kedua, mengakselerasi laju peningkatan dan pemerataan kesejahteraan melalui penguatan ekonomi berbasis masyarakat. Ketiga, mewujudkan keunggulan lokal untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi wilayah. Keempat, menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan yang inovatif dan kelima, menguatkan kelembagaan dalam perwujudan tatakelola yang baik. Dalam misi pertama yakni meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat yang tertera pada tujuan ketiga yang berbunyi peningkatan layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah melaksanakan program pendidikan gratis untuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan menganggarkan anggaran pendidikan untuk komponen yang tidak dibiayai oleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terutama dengan memberikan insentif kepada seluruh guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun tenaga kontrak. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan layanan dan pemerataan pendidikan di Sulawesi Selatan. Selain itu, Pemerintah Sulawesi Selatan bersama– sama dengan 24 Pemerintah Kabupaten/Kota telah membuat Nota Kesepahaman (MOu) tentang Program Pendidikan Gratis dengan mengalokasikan minimal 20 % anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari masing – masing Kabupaten/Kota untuk sektor pendidikan. Besarnya anggaran tersebut tentunya akan berimplikasi nyata dalam peningkatan Angka Partisipasi Kotor (APK) maupun Angka Partisipasi Murni (APM) terhadap pendidikan di Provinsi Sulawesi Selatan. Layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas penting untuk dijadikan prioritas utama dalam pembangunan pendidikan. Terjangkau berarti dapat diakses oleh seluruh masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan tanpa ada kecuali baik dari sisi tingkat ekonomi/pendapatan rumah tangganya, agama, suku dan latar belakang rumah tangganya. Berdasarkan Statistik Sosial Ekonomi Rumah Tangga di Sulawesi Selatan Tahun 2010, dari 6,3 juta jiwa penduduk Sulawesi Selatan sekitar 10,1 % diantaranya tidak/belum pernah sekolah, 22,4 % yang tidak memiliki ijazah, 27,12 % penduduk yang hanya tamat Sekolah Dasar (SD), 15,6 % yang hanya tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), 18,8 % yang tamat Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan hanya 6,5 % yang tamat pendidikan dilevel Sarjana dan Pasca Sarjana (D1 – S3). Kondisi ini tentu memprihatinkan jika melihat realitas tersebut diatas. Apalagi jumlah yang belum/tidak pernah sekolah yang demikian besar. Demikian juga dengan jumlah penduduk yang tidak memiliki ijazah sama sekali. Padahal, kebijakan pemerintah saat ini untuk membebaskan biaya pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun sudah lama diterapkan. Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan kajian penelitian tentang distribusi manfaat belanja pemerintah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan di sektor pendidikan tahun 2010. 1.2.Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana distribusi pendapatan masyarakat di 24 kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010 ? 2. Bagaimana distribusi manfaat belanja pendidikan menurut kelompok pendapatan rumah tangga untuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan ? 1.3.Tujuan Penelitian Sesuai dengan bahasan yang dikemukakan dalam rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menghitung distribusi pendapatan masyarakat di 24 kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan 2. Menganalisis distribusi manfaat belanja pendidikan di 24 kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah dasar (7 – 12 tahun) dan sekolah menengah pertama (13 – 15 tahun). 1.4.Ruang Lingkup Penelitian ini membahas distribusi manfaat belanja pemerintah di 24 kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan di sektor pendidikan tahun 2010 dengan ruang lingkup belanja pendidikan per murid di level sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Selain itu akan menganalisis distribusi manfaat belanja pendidikan untuk setiap kelompok rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah dasar (7 – 12 tahun) dan anak usia sekolah menengah pertama (13 – 15 tahun) dan manfaat belanja pendidikan tersebut terhadap kelompok masyarakat miskin. 1.5.Metodologi Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan menggambarkan tentang belanja pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan di sektor pendidikan. Pendekatan yang dipakai adalah Benefit Incidence Analysis untuk melihat sebaran distribusi manfaat belanja pemerintah terhadap kalangan masyarakat miskin di Sulawesi Selatan. Selain itu, dilakukan analisis berupa kurva Lorenz untuk melihat ketimpangan pendapatan di masing-masing kabupaten/kota se Sulawesi Selatan. Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder dan sumber data dalam penelitian ini didapatkan melalui beberapa lembaga pemerintah sebagai berikut : 1. Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik Indonesia. Data SUSENAS yang dipakai adalah data SUSENAS untuk Provinsi Sulawesi Selatan baik untuk rumah tangga maupun individu. SUSENAS tahun 2010 mencakup 24 kabupaten/kota, 304 kecamatan dan 2965 desa/kelurahan di Provinsi Sulawesi Selatan dengan 62.802 individu atau sekitar 14.595 rumah tangga. Dalam penelitian ini, survey ini digunakan untuk mengestimasi ukuran kesejahteraan berupa pendapatan rumah tangga dan jumlah partisipasi sekolah. 2. Data realisasi belanja pemerintah di sektor pendidikan baik di tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dan 24 Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Selatan diperoleh melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan untuk data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota se Sulawesi Selatan diperoleh melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulawesi Selatan dan dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. 3. Data partisipasi sekolah di tiap level pendidikan, jumlah sekolah dan guru didapatkan melalui Kementerian Pendidikan Nasional. 1.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ini mempunyai bertujuan mengetahui belanja per murid, distribusi pendapatan rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah dasar (7 – 12 tahun) dan sekolah menengah pertama (13 – 15 tahun) dan distribusi manfaat belanja pendidikan di 24 kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuan ini akan berhasil jika penelitian ini dapat mendefinisikan obyek pengamatan penelitian secara tepat. Untuk itu penelitian ini menetapkan variabel- variabel penelitian sebagai berikut : 1. Belanja pendidikan adalah belanja pendidikan yang tercatat pada realisasi belanja Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan untuk SD dan SMP ditambah dengan dana dekonsentrasi berupa dana BOS dari Kemendiknas tahun 2010 yang diterima oleh SD/SMP yang ada di Pemerintah Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Jumlah murid adalah jumlah orang yang tercatat dalam data Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai murid SD/SMP pada tahun ajaran 2009/2010. 3. Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan masing-masing rumah tangga per bulan yang tercatat dalam Susenas Kor tahun 2010. 4. Penguna layanan pendidikan adalah jumlah orang yang berasal dari tiap desil kelompok pendapatan yang terdata sebagai murid SD/SMP dalam Susenas Kor tahun 2010 di Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. 5. Individu usia sekolah adalah individu usia 7-12 tahun untuk SD, individu usia 13–15 tahun untuk SMP, yang tercatat dalam Susenas Kor tahun 2010. 1.7.Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun dalam lima bab yakni pada Bab 1 berisi pendahuluan yang membahas tentang latar belakang yang mendasari penelitian ini, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, variabel penelitian dan definisi operasioanl variabel dan sistematika penulisan penelitian. Pada Bab 2 berisi tinjauan pustaka yang membahas tentang teori yang mendasari distribusi dampak belanja pemerintah dan hasil penelitian sebelumnya terutama di Indonesia. Untuk Bab 3 berisi pembahasan tentang distribusi pendapatan rumah tangga di 24 Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan pada Bab 4 membahas tentang distribusi manfaat belanja Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010. Dalam bab ini adalah pembahasan terhadap data yang didapatkan dalam penelitian ini menyangkut distribusi manfaat belanja pemerintah di sektor pendidikan terhadap rumah tangga miskin di masing – masing di 24 Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010. Pada bagian terakhir yakni Bab 5 membahas tentang kesimpulan yang bisa diambil dari pembahasan pada bab 4 dan rekomendasi kebijakan yang berisi kebijakan publik yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kesimpulan yang didapatkan sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar