Minggu, 08 Januari 2012

VERTICAL INTEGRATION DALAM KASUS PT. ANGKASA PURA II MAKASSAR DENGAN KOPERASI TAKSI BANDARA (KOPSIDARA)

Vertikal intergration adalah sebuah kondisi dimana sebuah perusahaan dengan perusahaan lain yang memiliki hubungan bisnis dan behubungan satu sama lain kemuadian melakukan merger dengan tujuan untuk mengurangi biaya transaksi dan potensi hold up. Menurut Benjamin Klein dalam sebuah jurnal yang berjudul “vertical integrations as organization ownership: the Fisher Body – General Motor relationship revisited” menegaskan bahwa potensi terjadinya hold up (keterikatan dalam jangka panjang) tercipta bukan hanya karena berasal dari perusahaan yang berinvestasi pada barang yang spesifik tapi juga terdapat dalam kontrak jangka panjang yang digunakan dalam investasi jangka panjang.
Vertical integration biasanya dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi barang yang spesifik. Hal ini dilakukan dengan melakukan peralihan kepemilikan pada asset organisasi perusahaan secara keseluruhan baik asset barang maupun modal manusianya, menciptakan sebuah tingkatan fleksibelitas dan menghindari kontrak yang bisa menyebabkan terjadinya hold up dan menghasilkan sebuah keuntungan yang berasal dari pengalihan biaya transaksi akibat adanya kontrak. Potensi terjadinya hold up dalam sebuah kontrak adalah karena tidak semua unsure yang ada dalam kontrak bisa menjangkau kondisi masa depan. Hal ini terjadi karena adanya ketidakpastian dan kesulitan dalam mengkhususkan pada bagian-bagian dalam kontrak yang boleh jadi dimasa dating akan berakibat ketidaksesuaian lagi dengan kondisi yang ada. Setiap kontrak akan selalu tidak lengkap. Selah ketidaklengkapan inilah yang bisa dimanfaatkan oleh mereka dari kalangan rent seeking atau free riding.
Vertical integration dilakukan bertujuan untuk memproteksi kepentingan kedua belah pihak dan kemudahan dalam melakukan penyesuaian bila keadaan berubah. Proteksi kepentingan tersebut dilakukan untuk menghindari dan menutup peluang bagi perusahaan baru dalam memasuki pasar yang sama. Sedangkan penyesuaian – penyesuaian akan dengan mudah dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi dalam pasar. Penyesuaian itu dapat penyempurnaan – penyempurnaan dalam dokumen kontrak yang akan memungkinkan adanya free riding yang ingin mengambil keuntungan dari kelemahan kontrak tersebut. Olehnya itu, kedua belah pihak harus mampu melakukan forecasting terhadap apa yang akan terjadi di masa – masa yang akan dating baik dalam kondisi normal maupun dalam kondisi post major.
Vertical integration banyak dilakukan perusahaan besar dengan perusahaan kecil yang selama ini menjadi partner kerjasama kemudian dilakukan merger dengan asumsi bahwa akan lebih banyak keuntungan yang bisa diperoleh ketika bergabung dan menghindari perusahaan partner kerja beralih atau melakukan kerjasama dengan perusahaan lain yang menjadi competitor. Vertical integration dilakukan perusahaan untuk memperkecil dan mengurangi biaya transaksi yang sangat besar jika tidak dilakukan. Keinginan perusahaan besar untuk mampu “menguasai” semua partner kerja yang berpeluang membawa marginal profit yang besar. Proses integrasi vertical tersebut tidak hanya terbatas pada kepemilikan asset-aset perusahaan tapi juga sumber daya manusia dalam perusahaan tersebut juga ikut menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses integrasi itu sendiri. Dari sebelumnya perusahaan membeli barang setengah jadi dari perusahaan penyedia bahan baku, kini beralih menjadi perusahaan yang memproduksi sendiri kebutuhan bahan baku produksinya.
Dengan proses merger perusahaan yang memproduksi barang jadi dengan perusahaan yang menyediakan bahan baku, akan menjadikan perusahaan tersebut semakin besar dalam memengaruhi kondisi pasar. Perusahaan yang menjadi competitor akan merasa tersaingi dan berusaha juga melakukan hal yang sama. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam iklim usaha. Kondisi tersebut akan membuat beberpa perushaaan baru yang akan memasuki pasar yang sama akan mendaptkan kondisi persaingan yang tidak sehat antar perusahaan. Olehnya itu, dibeberapa negara dibentuk komisi anti trust atau kalau di indonesia dibentuk dengan nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang bertujuan untuk mengawasi perusahaan yang melakukan kolusi dan pemufakatan jahat dalam mengekspansi pasar sehingga akan tercipta monopoli yang sangat merugikan konsumen secara umum.
Vertical integration pada dasarnya baik bagi perusahaan dalam memaksimalkan profit. Penguasaan akan bahan baku produksi dan memproduksinya sendiri menjadi barang jadi menjadi value added tersendiri bagi produk perusahaan. Biaya pembelian bahan baku akan semakin minimal dan marginal cost akan semakin sedikit sehingga perusahaan akan bisa menjadi price maker dalam pasar. Inilah yang diinginkan perusahaan sehingga target untuk memaksimalkan profit akan mudah dicapai.
Contoh kasus vertical integration adalah PT. Angkasa Pura III Makassar Sulawesi Selatan berusaha melakukan vertical integration dengan perusahaan penyedia jasa transportasi Koperasi Taksi Bandara (Kopsidara) di Makassar. Hal ini di buktikan dengan monopoli perusahaan taksi bandara yang boleh beroperasi dan mengambil penumpang didalam bandara menuju kedaerah tujuan di kota Makassar dan sekitarnya. Dengan adanya vertical integration tersebut, seluruh penumpang yang akan keluar dari bandara Sultan Hasanuddin hanya boleh memakai jasa taksi yang disediakan oleh Kopsidara. Hal ini dilakukan dengan membuat kontrak jangka panjang antara PT. Angkasa Pura III sebagai penyedia jasa penerbangan dengan Kopsidara sebagai penyedia jasa transportasi darat. Keuntungan PT. Angkasa Pura III Makassar semakin besar melalui proses merger tersebut.
Hal ini mengakibatkan biaya transaksi dan biaya – biaya lain yang selama ini banyak membebani ketika hal tersebut belum dilakukan menjadi tereduksi dan semakin kecil. Arus penumpang dari dan ke bandara setelah proses tersebut semakin banyak karena adanya layanan tambahan tersebut. Selain PT. Angkasa Pura III Makassar membukukan keuntungan yang demikian besar akibat layanan ini, Kopsidara juga mendapatkan hal yang selama ini mungkin pendapatan yang diperoleh biasa – biasa saja menjadi luar biasa. Apalagi ketika terjadi pemindahan bandara dari yang selama ini hanya mampu menampung pesawat – pesawat berbadan kecil, sekarang dengan fasilitas dan luas bandara yang semakin besar memungkinkan pesawat berbadan besar mampu mendarat di bandara baru tersebut. Akibatnya, arus penumpang dari dan ke Makassar dari tahun – ke tahun meningkat secara signifikan. Tentunya, hal ini juga membawa pengaruh yang positif terhadap peningkatan penggunaan taksi bandara oleh jumlah penumpang yang demikian besar.
Dengan demikian perusahaan taksi lain hanya boleh mengantar calon penumpang masuk kedalam Bandara Sultan Hasanuddin dan tidak boleh mengambil penumpang yang akan keluar dari bandara tersebut. Kondisi tersebut diatas memberi gambaran kepada kita bahwa vertical integration telah menunjukkan sebuah bentuk kartel yang akan merugikan perusahaan lain yang sejenis. Olehnya itu dapat disimpulkan bahwa pasar persaingan sempurna dalam kasus tersebut boleh dikatakan tidak ada dan yang terjadi adalah monopoli.
Pindyck mengemukakan bahwa monopoli adalah suatu pasar yang hanya mempunyai satu penjual dengan banyak pembeli. Dalam kasus diatas, Kopsidara berperan sebagai satu – satunya penyedia jasa transportasi darat yang boleh beroperasi didalam bandara. Sedangkan pembeli dalam hal ini adalah para penumpang baik yang akan menuju Makassar maupun yang akan keluar dari Makassar melalui Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.
Dengan adanya monopoli tersebut, akan memungkinkan Kopsidara untuk menetapkan harga diatas harga normal. Inilah yang akan merugikan konsumen karena selain tidak bisa membuat pilihan – pilihan yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan utilitasnya, mereka juga dibebani dengan tarif taksi yang demikian mahal. Apalagi di Kota Makassar sendiri, taksi di banderol dengan harga tinggi berdasarkan zona yang boleh jadi seandainya hal itu dilakukan dalam pasar persaingan sempurna atau bahkan pada monopolistic competition, harga tersebut tidak akan mencapai tingkat harga yang ada sekarang.
Ketika dua buah perusahaan melakukan kolusi dalam mempengaruhi pasar dengan menjadi price maker, maka peran kebijakan pemerintah dan peran lembaga anti trust di Indonesia seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk turut serta dalam mengintervensi pasar demi kepentingan konsumen secara umum. Peran pemerintah dalam hal ini dengan membuat kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan mendahulukan kepentingan masyarakat secara umum dengan membuat regulasi dalam bentuk rules and order dan serta melakukan kajian melalui economic instrument. Diharapkan dengan adanya regulasi tersebut dan intervensi yang dilakukan oleh KPPU dalam hal tersebut memungkinkan terciptanya eksternalitas positif sehingga pengguna/konsumen akan nyaman dalam menggunakan jasa – jasa maupun barang yang ditawarkan oleh perusahaan.
Peran KPPU sendiri diharapkan mampu membuat kajian dan membuat rekomendasi kebijakan alternative yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menghindari persaingan usaha yang tidak sehat diantara perusahaan penyedia jasa yang sama.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa vertical integration sebenarnya sangat menguntungkan perusahaan dengan berkurangnya biaya transaksi dan menghindari adanya free riding serta larinya perusahaan mitra untuk mencari perusahaan lain yang menjadi competitor. Keuntungan perusahaan yang melakukan vertical integratioan akan semakin meningkat akibat penyediaan bahan baku dan jasa yang ditawarkan akan dengan mudah di dapatkan oleh perusahaan yang akan mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Selain itu, biaya transaksi dan biaya lain akan dapat direduksi sedemikian rupa sehingga maksimalisasi profit dapat dilakukan dengan strategi ini.
Namun pun begitu, ada banyak hal lain yang patut juga dipertimbangkan dalam menjalankan strategi yang seperti ini. Konsumen mau tidak mau akan banyak dirugikan dengan adanya vertical integration ini karena tiadanya pilihan lain dan level harga yang diatas harga rata-rata yang selama ini dinikmati oleh konsumen.
Olehnya itu, dapat dilakukan rekomendasi kebijakan dengan jalan pemerintah dapat melakukan intervensi baik secara regulasi maupun dengan kajian economic instrument. Dengan demikian akan tercipta persaingan usaha yang kompetitif dan jauh dari monopoli yang akan mematikan perusahaan lain.
Selain itu, peran dan wewenang komisi anti trust dalam memperjuangkan hak – hak konsumen dan perusahaan lain yang merasa dirugikan oleh kerjasama perusahaan lain yang mematikan usaha mereka yang sejenis. KPPU seyogyanya mampu membuat rekomendasi kepada pemerintah untuk membuat kebijakan sehingga persaingan usaha yang tidak sehat akan dapat dihindarkan, Sehingga, kemungkinan dan peluang untuk kembali ke mekanisme pasar akan terbuka dengan lebar dan iklim kompetisi yang sehat akan tercipta dengan alamiah.


Bahan Bacaan :
Benjamin Klein, 1988. Vertical Integration as Organizational Ownership: The Fisher Body – General Motors Relationship Revisited. Yale University. Reprinted with the permission of Oxford University Press.
Oliver E. Williamson, Why Law, Economic, and Organization? Jurnal Walter A. Haas School of Business, University Of California, Barkeley. California.
Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, 2008. Mikroekonomi. Edisi Keenam Jilid 2. PT. Indeks Jakarta

1 komentar: